Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan larangan ekspor bijih nikel hanya sementara. Pasalnya, pelanggaran ekspor produk pertambangan tersebut sudah terlalu banyak sehingga pemerintah melibatkan KPK hingga TNI AL.
Menurutnya, ekspor bijih nikel sudah melampau kuota hingga hampir tiga kali lipat. Terlihat dari jumlah kapal pengangkut bijih nikel yang naik dari rata-rata 30 kapal per bulan menjadi 100-130 kapal per bulan sejak September lalu.
"Itu merusak. Padahal kami ingin semua turuti ketentuan yang ada," kata Luhut di Jakarta, Selasa (29/10).
Selain itu, perusahaan yang memiliki smelter dan yang tak punya smelter pun mengekspor bijih nikel dengan kadar tinggi hingga 1,7 persen hingga 1,8 persen. Hal tersebut telah merugikan negara.
(Baca: Larangan Ekspor Bijih Nikel Dipercepat, Pengusaha Mengeluh Rugi)
Makanya pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel. Namun Luhut tidak bisa menyebut batas waktu pelarangan ekspor bijih nikel. Pasalnya, ekspor bijih nikel juga bakal dilarang secara resmi pada 1 Januari 2020 mendatang.
"Jadi syukur-syukur bisa diselesaikan jadi bisa ekspor lagi,"ujarnya.
Selama pelarangan ekspor berlaku, pemerintah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Direktorat Jenderal Bea Cukai, Badan keamanan Laut RI (Bakamla), hingga TNI Angkatan Laut (AL) untuk memeriksa dan mencegah pelanggaran ekspor bijih nikel.
Luhut juga menegaskan pemerintah bakal menindak tegas perusahaan yang melanggar kuota ekspor bijih nikel dengan sanksi pidana. "Jadi jangan macam-macam karena KPK terlibat," ujar Luhut.
Dengan kebijakan tersebut, Luhut berharap perusahaan nikel bisa menjual seluruh produksnya ke perusahaan smelter. Dengan begitu dapat menghemat pajak dan ongkos angkut. Di sisi lain, perusahaan nikel mendapat pasokan dengan harga rata-rata satu tahun, bukan harga tertingggi.
(Baca: Larangan Ekspor Dipercepat, Saham Perusahaan Nikel Menghijau)
Indonesia memang termasuk salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia bersama Filipina dan Kaledonia Baru. Pada 2016, cadangan nikel Indonesia dari tanah laterit dan sulfid ditaksir mencapai 221 juta ton. Komposisi tersebut dihitung berdasarkan kandungan nikel dari tanah sulfid sebesar 0,58 persen dan laterit sebesar 1,28 persen.
Pada 2013 lalu, Indonesia bahkan termasuk salah satu negara eksportor bijih nikel terbesar di dunia. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mencatat ekspor bijih nikel Indonesia mencapai 43 persen dari total dunia. Selengkapnya tentang data cadangan nikel Indonesia dalam grafik Databoks di bawah ini :