INFOGRAFIK: Bisnis Hotel Lesu
Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel di Indonesia anjlok. Rata-rata penghunian kamar hotel berbintang pada kuartal I-2025 hanya mencapai 43,05%, terendah sejak pandemi Covid-19. Pada Maret 2025, TPK turun hingga mencapai 33,56%.
Berdasarkan survei Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) terhadap anggotanya pada April 2025, sebanyak 96,7% hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian.
Angka ini menunjukkan bisnis hotel belum sepenuhnya pulih hingga menyamai kondisi sebelum pandemi. Sejumlah faktor yang menyebabkan masih lesunya bisnis perhotelan termasuk kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
“Ini karena adanya pengetatan anggaran. Hotel-hotel memang salah satu sumber penting mulai dari hunian kamar, (ruang) meeting, juga restoran berasal dari pemerintah,” kata Ketua BPD PHRI DK Jakarta Sutrisno Iwantono, Senin, 26 Mei.
Survei BPD PHRI DK Jakarta menyebut, 66,7% responden melihat penurunan pendapatan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintahan. Pertumbuhan belanja pemerintah pada kuartal I-2025 menurun hingga 1,38%. Angka ini anjlok dibandingkan kuartal I-2024 yang pertumbuhannya mencapai 20,44%.
Selain itu, penurunan okupansi hotel juga disebabkan karena kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang sedang melemah. Hal ini berdampak pada okupansi hotel pada musim liburan seperti Lebaran 2025 dan libur panjang Waisak 2025 yang menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika kondisi berlanjut, PHRI mengkhawatirkan bakal terjadi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perhotelan. Survei BPD PHRI DK Jakarta yang sama juga menyebut sebanyak 70% hotel sudah bersiap melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Hal ini juga bakal mengganggu seluruh ekosistem yang bergantung pada pariwisata mulai dari transportasi, restoran, hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).