Beda Aturan Baru Tata Kelola Hulu Migas di Aceh
KATADATA ? Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam telah mendapatkan persetujuan presiden untuk ikut mengelola wilayah kerja minyak dan gas bumi di darat maupun di laut. Persetujuan ini ditandai dengan diterbitkanya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Pengelolaan akan dilakukan oleh Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA). BPMA nantinya akan menggantikan tugas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di wilayah Aceh. BPMA bertanggung jawab kepada gubernur dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain mengatur pengawasan, PP 23 tahun 2015 juga mengatur pembagian keuntungan yang didapat dari blok migas di wilayah Aceh. Diantaranya, pemerintah Aceh akan menerima 50 persen bonus tanda tangan dari tiap penandatanganan kontrak bagi hasil (PSC), 50 persen bonus produksi bila mencapai target, dan 30 persen dana bagi hasil migas yang berada di perairan dengan radius 12-200 mil dari lepas pantai. Selama ini, hasil ladang migas di radius tersebut seluruhnya masuk ke kas pemerintah pusat.
Dengan ketentuan tersebut, porsi bagi hasil migas yang dinikmati Aceh semakin besar. Sebelumnya, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 disebutkan bahwa Aceh mendapat dana bagi hasil pertambangan minyak dan gas masing-masing 15 persen dan 30 persen. Selain itu, Aceh juga menerima tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi karena berstatus sebagai daerah otonomi khusus, masing-masing sebesar 55 persen dan 40 persen.