Kebijakan Cukai Plastik Tak Pecahkan Masalah Sampah di Indonesia
Solusi lain yang lebih efektif untuk mengurangi sampah seperti apa?
Pemerintah sebenarnya sudah membentuk bank sampah tetapi ini kan sifatnya sukarela, dilakukan oleh paguyuban, dan tidak setiap hari. Ada sekitar 7.000 bank sampah di Indonesia. Di Pulau Jawa sekitar seribu bank sampah. Namun, ini tidak terorganisasi dengan baik karena bank sampah ini numpang di rumah orang. Kalau penuh, ya harus disetop.
Yang diterima oleh bank sampah adalah botol plastik, kertas, kardus, dan besi. Tidak ada yang menerima plastik kemasan kecil-kecil (sachet). Anggota kami di Surabaya ada yang khusus mendaur ulang plastik kemasan kecil seperti ini.
Pada prinsipnya semua plastik bisa didaur ulang. Kantong plastik menjadi kantong plastik lagi. Plastik kemasan bisa jadi talang air, tali rafia, atau gantungan baju. Bisa juga jadi pallet yang digunakan industri untuk mengangkut barang. Bisa digunakan berulang-ulang dan kalau rusak, bisa didaur ulang.
Apa yang dikhawatirkan ADUPI terkait dampak dari kebijakan ini ke industri?
Yang pasti akan memengaruhi suplai dan permintaan (demand). Kalau harga kantong kresek mahal, permintaan turun. Kalau permintaan turun, pendapatan industri daur ulang plastik juga akan turun. Selama suplai dan permintaan tidak terjaga, investasi asing susah masuk. Akhirnya, investor pindah ke negara lain yang banyak bahan baku daur ulangnya.
Indonesia beruntung memiliki pemulung. Di luar negeri, pemilahan sampah dilakukan oleh rumah tangga. Mereka harus memilah sesuai kategori, misalnya hijau untuk sampah organik, kuning untuk kertas atau kardus, dan biru untuk botol plastik.
Berapa besar tenaga kerja yang ada di industri daur ulang plastik?
Saat ini kami memiliki 400 anggota tetapi kalau industri daur ulang yang kecil-kecil mungkin ribuan. Tenaga kerja yang terserap sekitar 3,5 juta-4 juta orang. Itu dari pemasok, pemulung, hingga ke penjualan.
Harapan ADUPI terhadap pemerintah dalam masalah cukai plastik ini seperti apa?
Solusi penanganan sampah plastik tidak bisa copy paste kebijakan yang diterapkan di Eropa atau AS. Solusinya harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Selama ini belum ada standardisasi pemilahan sampah, kategori sampah berdasarkan warna di Surabaya dan Jakarta saja berbeda. Infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah harus ada, begitu pula dengan sinergi pemerintah pusat dan daerah.