Bitcoin vs Emas: Pilihan Aset Safe Haven di Tengah Ketegangan Geopolitik

Image title
Oleh Rizki Suluh Adi
12 Juli 2025, 07:05
Rizki Suluh Adi
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Eskalasi ketegangan geopolitik, konflik bersenjata, dan instabilitas politik di Timur Tengah dapat memicu erosi tatanan ekonomi global. Situasi ini dapat menyebabkan ketidakpastian yang meluas di pasar keuangan. Investor terdorong untuk mencari aset safe haven yang mampu mempertahankan nilainya selama masa gejolak ekonomi. 

Di era yang serba digital ini, investor ritel memiliki akses langsung untuk menginvestasikan aset yang mereka miliki ke aset digital, seperti bitcoin dan emas. Keduanya dapat diakses melalui berbagai aplikasi yang tersedia di pasar. Namun pertanyaan klasik kembali muncul, mana yang lebih baik antara bitcoin dan emas sebagai lindung nilai terhadap risiko geopolitik pada 2025?

Safe haven adalah aset yang diharapkan mempertahankan atau meningkatkan nilainya selama masa gejolak pasar. Dengan demikian, memberikan perlindungan bagi investor selama penurunan ekonomi (Sakemoto, 2019). Karakter kunci dari safe haven adalah:

Stabilitas. Biasanya dikeluarkan oleh pemerintah dengan ekonomi yang solid.

Likuiditas. Mudah dan cepat dapat dikonversikan menjadi uang tunai tanpa mempengaruhi harga pasar.

Korelasi Negatif dengan Aset Berisiko. Cenderung bergerak berlawanan arah dengan aset berisiko seperti saham selama masa krisis.

Sejarah mencatat, harga emas cenderung naik ketika terjadi peperangan karena meningkatnya kebutuhan aset safe haven. Walaupun kenaikan tersebut skalanya berbeda-beda tergantung tingkat keparahan konflik, durasi, dan dampak ekonomi yang dihasilkan seperti inflasi. 

Di bawah ini adalah tabel yang menguraikan data historis, perbedaan perilaku investor dan perbandingannya dengan bitcoin.

Mekanisme yang Mendorong Kenaikan Harga:

  • Tekanan inflasi: Perang seringkali menyebabkan belanja pemerintah yang berlebihan dan devaluasi mata uang, sehingga membuat emas menarik sebagai lindung nilai terhadap inflasi.
  • Disrupsi supply chain: Konflik dapat mengganggu operasi pertambangan dan transportasi logistik, sehingga mengurangi suplai emas terhadap pasar.
  • Kabur mencari keamanan: Investor akan berpindah dari aset yang volatil seperti saham, bonds ke emas selama periode krisis.

Perilaku Investor Individu dan Institusi

Investor Institusi, seperti bank sentral dan pemerintah akan menaikkan alokasi emas untuk melindungi kekayaan negaranya dan menstabilkan mata uang. Seperti ditunjukkan selama Perang Dunia II. Sementara investor institusi swasta seperti hedge fund dan mutual fund akan membeli emas untuk diversifikasi portofolio dan lindung risiko.

Investor ritel biasanya akan memprioritaskan emas fisik (koin, batang) atau ETF (yang didukung oleh emas) untuk pengamanan kekayaan. Hal ini didorong oleh ketakutan akan inflasi dan ketidakstabilan ekonomi. Biasanya, permintaan dari investor ritel akan melonjak selama periode krisis tapi hal ini berupa reaktif dan jangka pendek saja dibandingkan dengan strategi yang dilakukan oleh investor institusi.

Bitcoin vs Emas sebagai Safe Haven Perang

Bitcoin menunjukkan performa volatil selama periode konflik, sangat kontras dengan stabilitas yang ditunjukkan oleh emas.

Perang Rusia-Ukraina (2022)

Harga emas naik 4% langsung setelah invasi, sementara Bitcoin turun 8,5% karena panik di pasar. Akan tetapi, dalam hitungan hari bitcoin melejit 20% dalam kurun waktu tidak sampai sepekan karena para investor menggunakan bitcoin untuk melewati sangsi dan sempat melewati performa dari emas.

Mana yang Lebih Aman untuk Jangka Panjang?

Emas secara konsisten berfungsi sebagai safe haven untuk komoditas (misal: emas batangan, koin emas, perhiasan emas) selama berbagai krisis geopolitik sepanjang sejarah (Ali et al., 2020). 

Sedangkan, bitcoin menunjukan korelasi negatif yang lebih lemah dibandingkan aset tradisional. Selain itu, aset kripto ini belum optimal digunakan sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi yang diakibatkan oleh perang. 

Emas memiliki karakter resiliensi yang sudah teruji dengan waktu, dengan likuiditas yang mapan. Kemudian, penerimaan secara universal dan secara historis selalu digunakan sebagai penyimpan nilai selama masa perang (Prananingtyas, 2018; Salihin, 2020). 

Para investor sendiri walau memiliki perilaku yang berbeda, seperti investor institusi yang menggunakan emas untuk cadangan strategis. Sedangkan, investor ritel mencari keamanan jangka pendek. Kedua kelompok investor ini sama-sama mengakui peran emas dalam melindungi kekayaan selama masa perang. 

Di satu sisi, bitcoin yang menawarkan potensi high reward, tetapi juga memiliki risiko tinggi karena volatilitasnya, dan yang terutama, tidak memiliki konsistensi emas sebagai lindung nilai. 

Berdasarkan data yang kita temukan di atas, emas tetaplah sebagai aset pilihan selama krisis geopolitik karena stabilitasnya yang telah terbukti. Di mana efektivitas bitcoin masih situasional dan belum terbukti dalam berbagai skenario perang. Apakah hal ini akan terus berlanjut di 2025 dan tahun selanjutnya? Hal ini masih butuh penelitian lebih lanjut. 

Disclaimer: Artikel ini semata-mata analisis bukan merupakan nasihat investasi. Harap berinvestasi sesuai kemampuan dan pengetahuan masing-masing.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Rizki Suluh Adi
Rizki Suluh Adi
Angel Investor & Startup Advisor

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...