Ayo Kumpulkan Sampah Elektronik untuk Daur Ulang


Peralatan elektronik seperti smartphone, komputer, peralatan dapur, mainan anak-anak, peralatan medis, panel surya, e-scooter sudah menjadi bagian kehidupan masa kini. Perkembangan teknologi terus menambah ragam produk elektronik. Saat barang-barang itu usang atau rusak, dan dibuang, menjadi sampah elektronik atau e-waste.
Global E-waste Monitor 2024 melaporkan dunia menghasilkan 62 juta ton sampah elektronik atau e-waste pada 2022. Hanya 13,8 juta ton yang terdokumentasi didaur ulang secara formal. Kini e-waste menjadi jenis sampah dengan pertumbuhan paling cepat di dunia, dan 70% dari seluruh sampah beracun. Pada 2030 diperkirakan akan timbul 82 juta ton sampah elektronik.
Daur ulang e-waste rumit, mahal, dan membutuhkan keahlian khusus, namun dengan serbuan produk elektronik baru serta risiko dan manfaatnya, akselerasi peningkatan jumlah daur ulang sampah elektronik menjadi mendesak.
Daur ulang mencegah e-waste menjadi landfill yang perlahan melepas zat-zat berbahaya yang terkandung di dalamnya, mencemarkan tanah, air, dan udara, dan mengancam kesehatan manusia. Dalam sampah elektronik juga ada metal berharga dan langka yang bisa dipulihkan dan digunakan kembali dalam produksi produk baru.
“Menangkap” dan mengumpulkan e-waste adalah tantangan awal proses daur ulang formal. Peran dan partisipasi konsumen, pengusaha/produsen, dan pemerintah diperlukan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Urgensi Peningkatan Daur Ulang E-waste
Global E-waste Monitor 2024 mencatat jumlah sampah elektronik dunia meningkat rata-rata 2,3 juta ton per tahun dari 34 juta ton pada 2010, sementara pertumbuhan rata-rata daur ulang formal 0,5 juta ton per tahun dari 8 juta ton pada 2010. Jumlah e-waste tumbuh hampir lima kali lebih cepat dibanding jumlah daur ulang formal.
Sebanyak 62 juta ton e-waste dunia pada 2022 terkelola sebagai berikut:
Kira-kira 30 juta ton atau 48%, didaur ulang secara formal di negara-negara maju, menghasilkan material yang dipulihkan senilai US$28 miliar, dan emisi gas rumah kaca yang dihindari senilai US$23 miliar. Daur ulang terbanyak di Eropa sebesar 42,8% yang juga adalah konsumen elektronik terbesar, yakni 17,6 kg per kapita.
Sisanya, 32 juta ton, masih bermasalah. Sebanyak 18 juta tonnya diolah secara informal yang beresiko bagi pekerja dan masyarakat sekitar. Untuk memulihkan material bernilai, komponen e-waste dibakar atau dicelup dalam bahan-bahan kimia. Sisanya masuk landfill. Sedangkan kira-kira 14 juta ton atau 22,5% masuk landfill bersama sampah-sampah lain.
Peran Konsumen sebagai Sumber E-waste
Langkah awal pengelolaan e-waste adalah mengumpulkannya terpisah dari sampah-sampah lain. Konsumen – individu dan institusi—adalah sumber e-waste, berperan penting sebagai penentu masuknya e-waste dalam sistem daur ulang. Karenanya, kesadaran dan pemahaman publik tentang daur ulang e-waste krusial untuk meningkatkan jumlah e-waste yang masuk sistem daur ulang formal.
Studi di beberapa negara menemukan kecenderungan konsumen menyimpan peralatan elektronik rusak. Sebanyak 72,18% dari responden suatu studi di India pada 2022 menyimpan sekurangnya satu mobile phone rusak. Studi tersebut menekankan pentingnya norma sosial yang membuat publik bertanggung-jawab membuang atau mendaur ulang barang-barang lamanya ketika mereka membeli peralatan baru.
Produsen dan perusahaan ritel produk elektronik perlu giat mendukung berkembangnya budaya daur ulang melalui edukasi publik untuk mengumpulkan dan menaruh e-waste pada tempat yang tepat, dan memahami bahaya praktik daur ulang informal.
Peran Produsen “Menangkap” E-waste
Dalam era ekonomi sirkular, produsen bertanggung-jawab atas produk yang dibuatnya pada saat sudah tidak berfungsi dan dibuang oleh konsumen. Untuk mendapatkan e-waste produknya, perusahaan ritel dan/atau produsen produk elektronik berekanan dengan perusahaan-perusahaan lain atau komunitas-komunitas untuk menyediakan tempat-tempat drop off sampah elektronik yang mudah diakses konsumen, mengadakan program pengumpulan atau penjemputan e-waste yang terjadwal, dan program manufacturer-take-back. Beberapa perusahaan menawarkan insentif seperti cashback atau diskon pembelian berikutnya untuk memotivasi konsumen membawa e-waste produknya ke lokasi drop off.
Sebagai contoh, program Dell’s Global Takeback sejak 2007 sampai 2022 dikabarkan berhasil mendapatkan kembali 1,1 juta ton e-waste-nya. Program “Sayang Bumi” Acer Indonesia mengajak konsumen membawa e-waste ke Acer Customer Service Center (ACSC) untuk mendapatkan diskon pembelian komponen. ‘erafone,’ perusahaan ritel perangkat komunikasi berencana pada 2025 menambah jumlah dropbox-nya menjadi 25 hingga 50 lokasi di wilayah operasionalnya. Toshiba India, bermitra dengan Karo Sambhav, mengumpulkan dan mendaur-ulang e-waste-nya sesuai India e-Waste (Management) Rules 2016.
Peran Pemerintah untuk Mempercepat Daur Ulang E-waste
Pemerintah berperan penting untuk memastikan pengelolaan e-waste efisien dengan mengembangkan infrastruktur daur-ulang, memastikan kecukupan pendanaan, dan meningkatkan partisipasi publik. Global E-waste Monitor 2024 menyebut masih sedikitnya negara-negara yang mengatur e-waste menyebabkan lambatnya pengumpulan dan daur ulang e-waste dunia.
Pada 2023 baru 81 negara yang mempunyai kebijakan, hukum, dan aturan mengenai e-waste, termasuk 67 negara yang menerapkan extended producer responsibility (EPR) yang mewajibkan produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus-hidup produknya, termasuk pembuangan dan daur ulang. Hanya 46 negara mempunyai target pengumpulan e-waste, dan 36 negara mempunyai target daur ulang. Kepatuhan pada hukum dan aturan-aturannya dan ketegasan pengenaan sanksi juga harus diperkuat.
Peraturan extended producer responsibility (EPR) mengalihkan tanggung jawab pengelolaan sampah dari pemerintah ke produsen. OECD melaporkan ada sekitar 400 sistem EPR untuk berbagai jenis sampah di dunia. Skema EPR memberikan insentif pada produsen untuk mempertimbangkan unsur lingkungan saat merancang produknya karena mereka yang menanggung biaya pada akhir hidup produknya.
Beberapa negara sudah menerapkan skema EPR-operasional. Produsen, berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan lain, menciptakan sistem logistik-balik, dari pengumpulan e-waste sampai daur-ulang formal, dan memenuhi target kinerja yang diperlukan. Biaya yang timbul akan mempengaruhi harga produk, namun juga ada potensi penghematan dari pemakaian material hasil daur ulang.
Selain peraturan EPR yang berlaku nasional, perpindahan e-waste lintas batas negara juga diatur untuk menghindari e-waste dumping dari negara-negara maju ke negara-negara sedang berkembang dengan keterbatasan infrastruktur, teknologi, tenaga ahli, dan perangkat peraturan sistem daur ulang e-waste.
Basel Convention adalah persetujuan multilateral yang mengatur pengiriman sampah berbahaya antar-negara, termasuk e-waste. Disepakati pada 1989 dan dilaksanakan sejak 1992, dan per Juni 2023 sudah 191 negara mendukung. Dalam pertemuan pada 2022 disepakati peningkatan kendali pergerakan e-waste antar-negara dengan memperbaiki monitor dan pencatatan pengiriman, dengan tujuan memaksimalkan pemulihan material dan meminimalkan dampak negatif dari pengelolaan e-waste informal di negara penerima.
Di samping pengadaan peraturan pemerintah yang tegas dan jelas tentang e-waste, negara-negara perlu mempercepat investasi penyediaan fasilitas daur ulang e-waste formal untuk mengejar ketertinggalan dari jumlah timbulan e-waste global, serta penyediaan teknologi, tenaga ahli, dan budaya untuk memastikan keberlanjutan daur ulang. Banyak negara EU yang sudah berhasil dalam manajemen e-waste yang sebagai benchmark bagi negara-negara tertinggal.
Tantangan pengumpulan e-waste untuk daur-ulang membutuhkan tindakan kolektif dan solusi yang inovatif, tanpa mengorbankan sekitar 20 juta pekerja sampah informal dunia.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.