BPS: Warga Dengan Pengeluaran di Bawah Rp 20.305 per Hari Tergolong Miskin


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2025 sebesar Rp609.160 per kapita per bulan. Angka ini naik 2,34% dibandingkan posisi September 2024.
Garis kemiskinan nasional sebesar Rp609.160 per kapita per bulan setara dengan sekitar Rp20.305 per hari. Artinya, seseorang dikategorikan miskin jika pengeluarannya di bawah angka tersebut per harinya.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menjelaskan bahwa garis kemiskinan mencerminkan batas minimum pengeluaran individu agar tidak dikategorikan sebagai penduduk miskin. Jika pengeluaran seseorang berada di bawah garis tersebut, maka mereka tergolong miskin.
Berdasarkan wilayah, garis kemiskinan di perkotaan tercatat sebesar Rp629.561 per kapita per bulan, sementara di perdesaan sebesar Rp580.349. Masing-masing naik 2,24% dan 2,42% dibandingkan enam bulan sebelumnya.
“Garis kemiskinan di desa memang naik sedikit lebih tinggi dibanding kota secara persentase,” ujar Ateng dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/7).
Pengeluaran yang Mendominasi Garis Kemiskinan
Dalam struktur garis kemiskinan nasional, pengeluaran untuk makanan mendominasi dengan porsi sebesar Rp454.299 atau setara 74,58% dari total garis kemiskinan. Sementara kebutuhan non-makanan seperti perumahan, listrik, dan transportasi menyumbang Rp154.861 atau 25,42%.
Komoditas makanan yang paling besar sumbangannya terhadap garis kemiskinan adalah beras. Di wilayah perkotaan, andil beras mencapai 21,06%, sedangkan di desa lebih tinggi lagi, yakni 24,91%. Disusul rokok kretek filter sebesar 10,72% di kota dan 9,99% di desa.
Komoditas makanan lainnya yang turut memberi kontribusi antara lain telur ayam ras, daging ayam ras, mi instan, kopi bubuk, dan kopi instan sachet.
Sementara itu, pada kelompok non-makanan, komponen perumahan menjadi penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan, yakni 9,11% di kota dan 8,99% di desa. Komponen lain seperti bensin dan listrik juga ikut menyumbang secara signifikan.
Data tersebut diambil dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan pada Februari 2025. BPS mempercepat survei sebulan lebih awal karena bulan Maret bertepatan dengan ramadan, yang dinilai memengaruhi pola konsumsi rumah tangga.
Survei ini melibatkan 345 ribu rumah tangga yang tersebar di 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi di seluruh Indonesia.