Rupiah Loyo ke 16.326 per Dolar AS Tertekan Data Pengangguran Amerika


Nilai tukar rupiah melemah 0,19% ke level 16.326 per dolar AS pada perdagangan pagi ini, Jumat (25/7). Analis memproyeksikan rupiah bergerak di zona merah hari ini seiring data pengangguran AS yang lebih rendah dari proyeksi.
Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 6 poin ke level 16.321 per dolar AS. Rupiah bergerak makin melemah dari posisi pembukaan ke level 16.326 per dolar AS hingga pukul 09.15 WIB.
Mayoritas mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS. Baht Thailand melemah 0,12%, ringgit Malaysia 0,08%, yuan Cina 0,08%, dolar Singapura 0,13%, dan yen Jepang 0,29%. Sedangkan rupee India menguat 0,01%.
"Rupiah diperkirakan berpotensi melemah terhadap dolar AS yang rebound setelah data klaim pengangguran AS yg lebih rendah dari perkiraan," kata Analis Doo Financial Futures Lukman Leong kepada Katadata.co.id, Jumat (25/7).
Lukman menjelaskan, data tersebut menunjukkan sektor pekerjaan di Amerika Serikat masih kuat. Namun, ia memproyeksikan pelemahan kemungkinan terbatas oleh sentimen risk on yang masih kuat dan didukung inflow asing di pasar ekuitas.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga belum lama ini berkunjung ke kantor pusat Federal Reserve. Investor melihat kunjungan ini memperlihatkan adanya penghentian pertimbangan untuk mengganti Kepala The Fed Jerome Powell.
"Rupiah diperkirakan akan ada di level Rp 16.250 per dolar AS hingga Rp 16.350 per dolar AS," ujar Lukman.
Senada, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana juga memproyeksikan rupiah akan melemah hari ini. Fikri mengatakan Kemungkinan ada tekanan depresiasi tipis dan rupiah bergerak di level Rp 16.250 per dolar AS hingga Rp 16.350 per dolar AS.
Fikri menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini. Salah satunya data penjualan rumah baru yang meningkat sehingga mendorong kekhawatiran peningkatan inflasi perumahan.
Perkembangan tarif Trump juga masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah. "Hal ini dengan terbukanya kesepakatan tarif impor AS 15% terhadap Uni Eropa dan kesepakatan dagang dengan Cina yang sepertinya akan berlanjut hingga 12 Agustus 2025," kata Fikri.