BI Beri Sinyal Kembali Pangkas Suku Bunga, Stabilitas Rupiah Jadi Prioritas


Bank Indonesia (BI) memberi sinyal ruang penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate masih terbuka, setelah sebelumnya memangkas suku bunga sebanyak dua kali masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) pada Januari dan Mei 2025. Dengan penurunan tersebut, BI-Rate saat ini berada di level 5,50%.
“Dari sisi kebijakan moneter, kami telah menurunkan suku bunga BI-Rate pada Januari dan Mei ke 5,50%, dan kami juga masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga BI-Rate ke depan,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (3/7).
Perry menjelaskan, ruang pemangkasan suku bunga ini sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap terkendali serta sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
BI Jaga Stabilitas Rupiah dan Pasar Keuangan
Perry menegaskan komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF), serta di pasar spot dan domestic non-delivery forward (DNDF).
“Stabilitas nilai tukar rupiah terus kami jaga, baik melalui intervensi di pasar NDF, spot, maupun DNDF,” katanya.
BI juga terus menambah likuiditas melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Hingga 26 Juni 2025, total pembelian SBN oleh BI telah mencapai Rp132,9 triliun.
“Ini belum termasuk rencana debt switching ke depan. Ini bagian dari kebijakan moneter kami untuk stabilitas rupiah dan ekspansi likuiditas guna menjaga pasar dan moneter kita dari dampak rambatan global,” ujar Perry.
Insentif Likuiditas Bertambah, Perbankan Didorong Pangkas Suku Bunga
BI turut meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dari Rp293 triliun pada akhir Desember 2024 menjadi sekitar Rp371 triliun per pertengahan Juni 2025. Insentif ini ditujukan untuk mendukung berbagai sektor prioritas.
“Kami sudah menambah insentif likuiditas sekitar Rp80 triliun, termasuk untuk sektor perumahan, pertanian, UMKM, dan sektor lainnya,” kata Perry.
BI juga memperlonggar sejumlah ketentuan makroprudensial, seperti rasio pendanaan luar negeri (RPLN) dan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM). BI juga terus mendorong perbankan agar menurunkan suku bunga kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam rapat bersama pemerintah dan Komisi XI DPR, BI turut memaparkan proyeksi ekonomi Indonesia untuk 2026. Inflasi diperkirakan tetap terkendali di kisaran 1,5%-3,5%, sesuai target 2,5% plus minus 1%.
Nilai tukar rupiah diproyeksikan berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS, sementara pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan berada di kisaran 4,7%-5,5%.