Risiko Moody's Pangkas Peringkat Utang AS: Rupiah Anjlok dan Dana Asing Keluar


Lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit Amerika Serikat (AS) satu tingkat menjadi “Aa1” pada Jumat (16/5). Penurunan ini disebabkan kekhawatiran atas meningkatnya utang AS yang kini mencapai US$ 36 triliun.
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi memperingatkan dampak penurunan peringkat ini terhadap Indonesia. "Dalam sistem keuangan global yang saling terhubung, gejolak di Washington cepat menyebar ke Jakarta,” kata Syafruddin kepada Katadata.co.id, Senin (19/5).
Menurut Syafruddin, pemangkasan rating ini menyebabkan kenaikan yield obligasi AS. Kemudian menekan mata uang negara berkembang seperti rupiah dan pada akhirnya investor global cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang.
“Investor kembali ke aset dolar AS dan pada akhirnya meningkatkan risiko keluarnya aliran modal asing,” ujar Syafruddin.
BI Perlu Mengantisipasi
Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) perlu mengantisipasi dampak rambatan dari pemangkasan peringkat utang AS. BI harus bersiap menghadapi tekanan nilai tukar dan menghadapi potensi naiknya imbal hasil surat utang negara (SUN).
Dia menilai gejolak pasar global dapat menghambat ekspor, pertumbuhan ekonomi, dan memperluas defisit transaksi berjalan. Situasi ini menuntut pemerintah menjaga kredibilitas fiskal dan memperkuat sinyal stabilitas kebijakan.
Jika Indonesia gagal menjaga kepercayaan investor, biaya pinjaman akan naik dan anggaran pemerintah untuk belanja publik akan berkurang. Pemangkasan rating Moody’s di AS bukan cuma masalah mereka, tapi juga ujian bagi ketahanan ekonomi Indonesia.
"Menjaga stabilitas makroekonomi menjadi prioritas utama di tengah gelombang tekanan global yang tak terhindarkan," ucapnya.
Dinamika Ekonomi Global Makin Tinggi
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai pemangkasan kredit AS mencerminkan adanya risiko utang yang tinggi. Hal ini bisa juga akan membuat dinamika ekonomi global makin meningkat.
“Dinamika global akan meninggi, perpindahan arus modal makin dinamis, dan dolar AS bukan lagi tujuan utama,” kata Wijayanto.
Dengan kondisi itu, pilihan investasi melalui emas dan berbagai mata uang seperti euro, yuan, poundsterling, dan yen berpeluang meningkat.
“Dedolarisasi secara natural akan terjadi, tidak saja government to government tetapi juga business to business dan private to private,” kata Wijayanto.
Kondisi Fiskal AS Memburuk
Selain itu, pemangkasan peringkat kredit AS mencerminkan kondisi fiskal Negara Paman Sam semakin buruk. Sebab, rasio utang AS semakin lebar. “Defisit anggaran gagal dikurangi oleh Presiden AS Donald Trump,” kata Wijayanto.
Wijayanto menjelaskan, defisit anggaran AS hingga tujuh bulan pertama tahun fiskal mencapai US$ 1,1 triliun pada periode Oktober 2024 hingga April 2025.
“Defisit anggaran ini lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai US$ 0,9 triliun. Bahkan perang dagang Trump justru memperburuk situasi,” ujar Wijayanto.
Wijayanto juga melihat kekhawatiran atas utang AS yang bisa melewati US$ 57 triliun pada 2034. Hal ini dipastikan akan memposisikan risiko kebangkrutan fiskal AS yang sangat tinggi.