Ironi RI Negara Paling Sejahtera: Tingkat Kemiskinan dan Kesenjangan Tinggi

Agustiyanti
8 Mei 2025, 09:26
sejahtera, kemiskinan, indonesia, kesenjangan, ketimpangan
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Sejumlah anak bermain di pinggir Sungai Ciliwung, Jakarta Pusat. Tingkat kemiskinan di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan banyak negara lain, termasuk di Asia berdasarkan data Bank Dunia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Studi yang dilakukan Universitas Harvard, Baylor University, dan lembaga survei internasional Gallup menempatkan Indonesia dalam peringkat pertama sebagai negara yang penduduknya paling flourishing atau sejahtera secara menyeluruh. Indonesia dianggap paling sejahtera meski tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial tinggi. 

Mengutip The New York Post, studi kesejahteraan global itu merupakan hasil survei terhadap lebih dari 200 ribu respondens di 22 negara yang mewakili 64% populasi dunia. Laporan ini melampaui cakupan laporan-laporan kebahagiaan tahunan sebelumnya.

Indonesia melampaui Israel, Filipina, Meksiko, dan Polandia yang juga menempati posisi teratas sebagai negara paling sejahtera. Posisi Indonesia sebagai negara paling sejahtera menampilkan data-data seperti tingkat kemiskinan dan kesejahteraan sosial yang tinggi.

Angka Kemiskinan Tinggi

Berdasarkan data Bank Dunia, tingkat kemiskinan di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan banyak negara lain, termasuk di Asia. Sebanyak 60,3% penduduk Indonesia yang mencapai 172 juta orang tergolong miskin jika mengacu standar negara berpendapatan menengah atas. 

Berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook yang dirilis Bank Dunia pada bulan ini, standar ambang batas garis kemiskinan untuk kelompok negara berpendapatan menengah atas adalah pengeluaran per kapita US$ 6,85 purchasing power parity (PPP) atau setara Rp 32 ribu per hari. Indonesia diklasifikasikan oleh Bank Dunia sebagai negara berpendapatan menengah berdasarkan pendapatan nasional per kapita 2023 sebesar US$ 4.810 atau setara Rp 73,4 juta (kurs rata-rata 2023: Rp 15.255 per dolar AS).

PPP atau paritas daya beli mengukur nilai tukar yang seharusnya antara dua mata uang agar memungkinkan seseorang membeli keranjang barang dan jasa yang sama dengan harga yang sama di kedua negara. Nilai US$ 1 PPP berbeda dengan kurs yang berlaku di pasar keuangan. 

Namun, Badan Pusat Statistik menyebut, tidak seharusnya tingkat kemiskinan di Indonesia menggunakan standar negara menengah atas. Ini karena GNI per kapita Indonesia masih dekat batas bawah pendapatan kelompok negara itu berdasarkan klasifikasi bank dunia sebesar US$ 4.516 hingga US$ 14.005. 

Adapun jika menggunakan ambang batas garis kemiskinan kelompok negara berpendapatan menengah bawah, yakni pengeluaran US$ 3,65 PPP ata setara Rp 17 ribu per hari, maka jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 44,3 juta atau 15,6%. Angka kemiskinan ini tetap berada di atas data kemiskian BPS yang mencapai 8,57%. 

Angka kemiskinan itu lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lain. Vietnam yang masih berstatus berpendapatan menengah bawah dan memiliki GNI per kapita lebih rendah dibandingkan Indonesia sebesar US$ 4.110, memiliki angka kemiskinan jauh lebih rendah.

Angka kemiskinan di Vietnam jika mengacu ambang batas pengeluaran US$ 6,85 per hari hanya mencapai 18,2%, sedangkan jika mengacu ambang batas US$ 3,65 ppp per hari hanya mencapai 3,8%. Negara ini memiliki jumlah penduduk mencapai 101 juta.

Angka kemiskinan di Malaysia dan Thailand yang masuk dalam klasifikasi negara berpendapatan menengah atas seperti Indonesia juga jauh di bawah Indonesia. Jika mengacu ambang batas pengeluaran US$ 6,85 ppp per hari, angka kemiskinan di Malaysia hanya 1,3% dan jika mengacu ambang batas US$ 3,65 ppp per hari tercatat 0,0% atau nihil.

Sedangkan di Thailand, angka kemiskinan jika mengacu ambang batas pengeluaran US$ 6,85 ppp per hari mencapai 7,1% dan  jika mengacu ambang batas US$ 3,65 ppp per hari tercatat 7,1% tercatat 0,1%.

Tingkat Kesenjangan Tinggi

Tingkat kemiskinan Indonesia yang lebih tinggi meski pendapatan nasional per kapitanya lebih besar dibandingkan Vietnam menunjukkan bahwa angka kesenjangan yang lebih tinggi di Indonesia.  

Angka kesenjangan Indonesia tergolong tinggi dan telah naik 15% dalam 15 tahun terakhir. Berdasarkan Laporan Kekayaan Credit Suisse 2025, indeks gini Indonesia naik dari 59 pada 2008 menjadi 68 pada 2023.

Dalam perhitungan indeks gini, angka nol berarti kesetaraan yang tepat, yaitu skenario di mana setiap orang memiliki jumlah kekayaan yang sama persis, sedangkan angka 100 berarti satu orang memiliki semua aset dan orang lain memiliki nol, yaitu ketimpangan absolut.

Kesenjangan di Indonesia serupa dengan Jerman dan lebih baik dibandingkan Singapura yang memiliki indeks gini 70, meksiko 72, dan India 73. Namun, lebih buruk dibandingkan Korea Selatan dengan indek 57 dan Jepang dengan indek 54.

Data BPS terbaru juga menunjukkan adanya peningkatan kesenjangan pada September 2024 yang tercatat sebesar 0,381 dibandingkan Maret 2025 sebesar 0,379. 

Adapun nilai dari koefisien gini versi BPS adalah 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukkan kesetaraan sempurna, artinya semua orang memiliki pendapatan yang sama, sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan sempurna atau satu orang memiliki seluruh pendapatan dan yang lain tidak sama sekali.

Kenaikan koefisien gini itu mengindikasikan bahwa kelompok masyarakat kaya menjadi semakin kaya. Sedangkan kelompok masyarakat miskin menjadi semakin miskin.

Bukan Hanya soal Uang

Namun, kesejahteraan versi Studi Harvard yang menempatkan Indonesia di posisi pertama sebagai negara paling sejahtera bukan hanya soal uang.

Studi tersebut juga berbeda dengan ukuran kebahagiaan konvensional. Konsep flourishing dalam studi itu didefinisikan sebagai keadaan di mana seluruh aspek kehidupan seseorang berjalan dengan baik. Ini mencakup tidak hanya kesehatan mental dan fisik, tetapi juga makna dan tujuan hidup, karakter dan kebajikan, hubungan sosial yang erat, serta stabilitas ekonomi dan material.

Meski bukan negara kaya, Indonesia dinilai unggul berkat tingginya kualitas hubungan sosial, nilai-nilai kebersamaan, dan keterlibatan masyarakat. Karakter prososial seperti gotong royong dan ikatan komunitas yang kuat menjadi faktor pembeda dibandingkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang menempati peringkat 12 dan Jepang yang berada pada peringkat terendah dalam daftar. 

Meski Jepang masuk dalam kelompok negara kaya dengan tingkat kesenjangan yang lebih rendah dan harapan hidup tinggi, banyak warga Jepang yang dinilai tidak memiliki hubungan sosial dekat.

“Indonesia tidak menonjol secara ekonomi, tetapi memiliki kekuatan dalam hubungan sosial dan nilai-nilai karakter yang mendukung komunitas,” kata peneliti, seperti dikutip dari The New York Post, Senin (5/5). 

Studi juga mencatat, aktivitas kelompok rutin seperti keagamaan berkontribusi besar terhadap kualitas hidup. Negara-negara berpenghasilan tinggi cenderung mengalami kekurangan dalam aspek hubungan bermakna dan keterlibatan komunitas, dibandingkan negara-negara berkembang.

“Kami tidak mengatakan bahwa kekayaan atau umur panjang tidak penting. Tapi temuan ini menunjukkan bahwa ada harga yang mungkin dibayar dalam proses pembangunan,” kata Brendan Case, salah satu penulis studi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...