PMI Manufaktur RI Jeblok pada April, Kontraksi Terdalam Sejak Pandemi


Lembaga pemeringkat S&P Global mencatat, aktivitas manufaktur Indonesia pada April terkontraksi untuk pertama kalinya pada tahun ini. Indeks PMI manufaktur Indonesia pada bulan lalu sebesar 46,7, bahkan merupakan yang terendah sejak berakhirnya pandemi Covid-19.
"Sektor manufaktur Indonesia memasuki kuartal kedua tahun 2025 dengan catatan negatif, mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir di tengah penurunan tajam dalam penjualan dan output," ujar Ekonom di S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti dalam keterangan resmi, Jumat (2/5).
Indeks PMI Manufaktur di bawah level 5o menunjukkan terjadinya kontraksi. S&P Global mencatat, kontraksi pada April adalah yang terdalam sejak Agustus 2021 atau era pandemi Covid-19.
Menurut laporan S&P Global, permintaan pasar dilaporkan melemah, baik di domestik maupun eksternal. Volume pesanan ekspor baru turun untuk kedua kalinya dalam tiga bulan.
Produsen menanggapi permintaan yang melemah dengan mengurangi tingkat ketenagakerjaan selama bulan April. Meskipun sedikit, penurunan jumlah pekerjaan ini merupakan yang pertama dalam lima bulan.
Tekanan kapasitas yang lebih rendah juga mendorong perusahaan untuk mengalihkan staf guna menyelesaikan pekerjaan yang ada. Ini ditunjukkan oleh penurunan tumpukan pekerjaan, untuk pertama kalinya sejak November tahun lalu.
Laporan ini juga menjelaskan, tanda-tanda pengurangan lebih lanjut yang ditunjukkan oleh penurunan baru dalam aktivitas pembelian untuk pertama kalinya dalam enam bulan. Bersamaan dengan itu, produsen barang menurunkan kepemilikan persediaan pra dan pascaproduksi mereka lantaran penurunan pesanan baru dan output.
Di sisi harga, terjadi inflasi tajam pada harga input pada April, tetapi di bawah rata-rata jangka panjang survei. Dolar AS yang lebih kuat telah menaikkan harga bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Meski demikian, tingkat inflasi biaya input adalah yang terlemah sejak Oktober 2020.
Perusahaan merespons dengan menaikkan biaya mereka sendiri untuk bulan ketujuh berturut-turut, dan pada laju tercepat pada 2025 hingga saat ini. Ke depannya, pelaku usaha di sektor manufaktur Indonesia tetap optimis bahwa volume produksi akan meningkat.
Namun, tingkat optimisme pengusaha ini sebenarnya turun ke level terendah dalam tiga bulan dan turun di bawah rata-rata seri jangka panjang. Keyakinan pengusaha didukung oleh harapan bahwa kondisi ekonomi akan membaik dan mendorong pemulihan menyeluruh di seluruh sektor, bersama dengan harapan bahwa harga bahan baku akan turun.