Potensi Pajak dari Google dan Perusahaan Digital Capai Rp 27 Triliun
Pemerintah memproyeksi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sektor digital, seperti Google dan Facebook dapat mencapai Rp 27 triliun pada 2025. Rencananya, pajak atas perdagangan elektronik akan menjadi salah satu poin yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan pengaturan pajak di sektor digital penting lantaran total konsumsi jasa dan barang tak berwujud dari luar negeri terus meningkat. Pada 2018, angkanya bahkan mencapai Rp 93 triliun.
"Pada 2025, nilai konsumsi ini bisa mencapai Rp 277 triliun, sehingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN)-nya Rp 27 triliun," ujarnya dalam media briefing di Jakarta, Kamis (5/9).
(Baca: Pungut PPN Mulai Oktober, Google Disebut Rudiantara Paling Kooperatif)
Ia menjelaskan dalam RUU perpajakan yang tengah dirancang, pemerintah dapat menunjuk secara legal perusahaan digital sebagai subjek pajak. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah defisit Badan Usaha Tetap (BUT) tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik, tetapi berdasarkan dampak ekonominya atau significant economic presence (SEP).
"Tak hanya fisik, tapi juga berdasarkan significant economic presence," kata Robert.
Nantinya, menurut dia, pemerintah akan menetapkan dasar yang tepat untuk pengenaan PPh terhadap platform digital nantinya.
(Baca: Godok RUU Perpajakan, Sri Mulyani Siapkan Insentif dan Tarif PPh)
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan perubahan definisi BUT ini dilakukan agar bisa memajaki perusahaan digital internasional yang tak memiliki kantor di Indonesia. "Tentu saja tujuannya supaya ada level playing field terhadap kegiatan digital terutama perusahaan besar yang selama ini beroperasi across border," terang dia.