AS-Tiongkok Damai Dagang, Ini Dampaknya ke Indonesia
Amerika Serikat dan Tiongkok akan meneken kesepakatan dagang tahap I di Washington pada hari ini, Rabu (15/1) waktu setempat. Damai dagang antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini diharapkan akan membawa dampak positif bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan,kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok akan membawa angin segar bagi perdagangan global. Perang dagang antara kedua negara tersebut telah menekan perdagangan global sejak mulai bergulir pada awal 2018 dan turun berdampak pada kinerja ekspor dan impor Indonesia.
"Adanya perjanjian AS dan Tiongkok yang betul-betul akur akan memperbaiki irama perdagangan di seluruh global," kata Suhariyanto dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (15/1).
Ia menjelaskan, dampak perang dagang AS dan Tiongkok terhadap Indonesia terlihat dari kinerja ekspor dan impor yang melambat signifikan pada tahun lalu. Ekspor sepanjang tahun lalu turun 6,94% menjadi US$ 167,53 miliar, sedangkan impor turun 9,53% menjadi US$ 170,72 miliar.
(Baca: Faisal Basri: Kesepakatan AS-Tiongkok Tak Pengaruhi Neraca Dagang RI)
Neraca perdagangan Indonesia pada tahun lalu juga mencatatkan defisit sebesar US$ 3,19 miliar. Namun, angka ini sudah turun dibandingkan 2018 yang mencapai US$ 8,7 miliar, capaian terburuk sepanjang sejarah seperti tergambar dalam databoks di bawah ini.
Meski begitu, surplus neraca dagang nonmigas RI dengan AS berhasil mengalami peningkatan. Pada 2019, surplus neraca dagang RI naik dari US$ 8,56 miliar pada 2018 menjadi US$ 9,58 miliar.
Sementara itu, defisit neraca dagang nonmigas RI dengan Tiongkok mengalami penurunan di tahun lalu sebesar US$ 2,12 miliar. "Turun dari tahun 2018 yang sebesar US$ 20,84 miliar menjadi US$ 18,72 miliar pada 2019," kata dia.
(Baca: AS - Tiongkok Bersiap Teken Kesepakatan untuk Redam Perang Dagang)
Surplus dengan AS terjadi karena nilai ekspor nonmigas RI ke AS yakni US$ 17,68 miliar lebih besar dari nilai impor nonmigas dari AS yang sebesar US$ 8,09 miliar. Ekspor barang dari kulit samak meningkat paling tajam sebesar 69,99% dari periode yang sama tahun lalu.
Adapun defisit neraca dagang dengan Tiongkok 2019 terjadi karena impor nonmigas yang mencapai US$ 44,57 miliar, sedangkan ekspor nonmigas ke Tiongkok sebesar US$ 25,85 miliar. Impor sayuran menjadi komoditas yang paling tinggi pertumbuhannya yakni 11,67% jika dibanding tahun sebelumnya.
Di sisi lain, tensi perang dagang yang menurun sejak akhir tahun lalu berhasil membawa rupiah menguat. Dalam dua pekan pertama tahun ini, rupiah bahkan sudah menguat 1,23%.