Ekonomi Tiongkok Hanya Tumbuh 6,1% pada 2019, Terendah Sejak 1990
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2019 hanya mencapai 6,1%, terendah dalam hampir tiga dekade terakhir akibat perang dagang dengan Amerika Serikat.
Ekspansi ekonomi Tiongkok pada tahun lalu turun cukup signifikan dibandingkan 2018 yang masih tumbuh 6,6%. Pertumbuhan ekonomi pada 2019 juga merupakan yang terlambat sejak 1990.
Dikutip dari Reuters, Biro Statistik Tiongkok mencatat, produk domestik bruto pada kuartal keempat naik 6% dari tahun sebelumnya, relatif stabil dibandingkan kuartal tiga meskipun masih yang terlemah dalam hampir tiga dekade terakhir.
Secara kuartalan, ekonomi tumbuh 1,5% pada Oktober-Desember,sesuai dengan prediksi analis dan laju yang sama dengan tiga bulan sebelumnya.
Data yang dirilis pada hari ini, Jumat (17/1) juga menunjukkan ekonomi terbesar kedua dunia itu mengakhiri tahun lalu dengan catatan yang lebih kuat seiring ketegangan perdagangan yang mereda.
Beijing berencana untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah sekitar 6% tahun ini dari 6% hingga 6,5% tahun lalu. Pertumbuhan tahun ini akan tergantung pada peningkatan belanja infrastruktur untuk menangkal perlambatan yang lebih tajam.
(Baca: Kesepakatan Damai Dagang AS-Tiongkok Diteken, Ini Beberapa Poinnya)
Sementara itu, data Desember yang dirilis bersamaan dengan PDB menunjukkan akselerasi mengejutkan terkait produksi pabrik dan pertumbuhan investasi, sementara penjualan retail tumbuh pada kecepatan yang stabil dan solid.
Produksi industri tumbuh 6,9% pada Desember dari tahun sebelumnya, laju terkuat dalam sembilan bulan. Investasi aset tetap naik 5,4% untuk setahun penuh, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi Analis sebesar 5,2% atau sama seperti pertumbuhan dalam 11 bulan pertama tahun ini.
“Kami telah melihat peningkatan dalam industri. Kami telah melihat upaya dari pembuat kebijakan untuk memastikan ekonomi terus tumbuh, terutama upaya dalam pembiayaan infrastruktur," ujar Ekonom Oxford di Hong Kong Louis Kuijs dikutip dari Reuters.
Data Desember juga menunjukkan penjualan ritel naik 8% pada Desember, naik dibandingkan dengan perkiraan analis sebesar 7,8%.
(Baca: Sri Mulyani Sebut Kesepakatan Dagang AS-Tiongkok Beri Kepastian Global)
Investasi real estat naik 9,9% pada 2019, sedikit melambat dari 10,2% dalam 11 bulan pertama tahun ini. Namun, pertumbuhan pada bulan Desember tersebut merosot ke level terendah dalam dua tahun terakhir karena pihak berwenang terus menekan spekulasi untuk menjaga harga rumah naik.
Beijing telah mengandalkan langkah bauran kebijakan fiskal dan moneter untuk mengatasi perlambatan ekonomi saat ini, memangkas pajak dan memungkinkan pemerintah daerah untuk menjual obligasi dalam jumlah besar guna mendanai proyek infrastruktur.
Perbankan juga berupaya ikut mendorong perekonomian dengan menggelontorkan pinjaman pada akhir tahun lalu menembus rekor mencapai 16,81 triliun yuan atau mencapai sekitar Rp 33.385 triliun.
Namun, ekonomi Tiongkok lambat merespons stimulus-stimulus tersebut dan pertumbuhan investasi turun ke rekor terendah. Bahkan dengan stimulus tambahan dan gencatan senjata perang, para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan Tiongkok akan lebih rendah tahun ini menjadi 5,9%.