Luhut Harap Family Office Beroperasi Tahun Ini, Nasibnya Kini di Tangan Prabowo


Dewan Ekonomi Nasional (DEN) berharap pembentukan firma penasihat pengelolaan kekayaan swasta yang melayani nasabah super kaya atau family office beroperasi tahun ini.
Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pembahasan family office tengah dilanjutkan dan tinggal menunggu keputusan dari Presiden RI Prabowo Subianto.
“Masih berjalan, kami lagi kejar terus, ya kita harap tahun ini harus bisa (beroperasi),” kata Luhut di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (29/7).
Luhut sebelumnya mengatakan, pembentukan family office harus segera dilaksanakan agar Indonesia tidak tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia. Malaysia telah memberikan insentif yang sangat kompetitif kepada investor.
Menurut dia, Indonesia akan tertinggal dari Malaysia jika tidak memberikan insentif yang kompetitif. Negara harus memberikan insentif sehingga memberikan daya tarik bagi investor.
"Pola pikir itu yang kita suka salah, dia dapat untung, tapi kalau tidak kasih ke dia (investor), kita tidak dapat apa-apa," ujarnya.
Pembahasan family office sudah dimulai tahun lalu. Salah satunya terkait insentif pajak yang diberikan kepada orang-orang super kaya global yang mau menempatkan uangnya di Tanah Air.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pembentukan family office tetap patuh terhadap peraturan perpajakan yang ada, seperti pada Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) maupun Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Berpotensi Jadi Tempat Pencucian Uang dan Suaka Pajak
Sejumlah ekonom sebelumnya menilai, pembentukan family office berpotensi menjadi sarang pencucian uang seperti yang terjadi di Singapura. Pada kasus di Singapura, enam family office tersangkut kasus pencucian uang senilai US$ 3 miliar atau setara Rp 36,23 triliun.
Pemerintah Singapura kemudian menangkap sepuluh orang asing yang terlibat dalam kasus pencucian uang terbesar di negara tersebut. Mereka juga telah mendapat hukuman dari pihak yang berwajib. Belajar dari kasus tersebut, sejumlah ekonom meminta pemerintah meninjau pembentukan dan skema family office secara matang. Hal itu karena family office berisiko menjadi tempat pencucian uang dan suaka pajak.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda melihat risiko pencucian uang dari pembentukan family office, karena pemerintah harus menawarkan pajak rendah demi menarik investor asing atau orang kaya ke Indonesia.
"Saya rasa sangat berpotensi menjadi tempat suaka pajak karena insentif yang ditawarkan juga dengan menurunkan pajak bagi orang kaya ini. Sama seperti yang dikembangkan di Singapura ataupun negara suaka pajak lainnya," kata Nailul kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.