Pemerintah Diminta Hati-hati Salurkan Efisiensi Anggaran ke Danantara

Rahayu Subekti
25 Februari 2025, 20:24
Kantor Daya Anagata Nusantara atau Danantara dengan logo baru, Senin (24/2)
Katadata / Patricia Yasinta Abigail
Kantor Daya Anagata Nusantara atau Danantara dengan logo baru, Senin (24/2)
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Prabowo Subianto kini sudah menjalankan efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN. Hasil dari efisiensi ini akan mengalir hingga sekitar Rp 300 triliun atau US$ 20 miliar untuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai langkah ini akan memberikan dampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi.

“Pengalokasian dana hingga US$ 20 miliar ke Danantara tanpa strategi mitigasi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi,” kata Hidayat kepada Katadata.co.id, Selasa (25/2).

Dalam jangka pendek, dia mengatakan, pengurangan belanja negara yang signifikan akan mengurangi peredaran uang di masyarakat. Akibatnya, konsumsi rumah tangga yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi nasional akan mengalami penurunan.

“Padahal, konsumsi masyarakat menyumbang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,” ucap Hidayat.

Jika hasil efisiensi anggaran disalurkan langsung ke sektor-sektor yang bersinggungan dengan masyarakat, Hidayat menilai justru akan berdampak positif. Beberapa diantaranya seperti subsidi energi, bantuan sosial, atau insentif usaha kecil dan menengah.

“Dampaknya akan lebih terasa dalam waktu cepat. Uang yang beredar akan menciptakan efek pengganda yang langsung menggerakkan roda ekonomi,” ujar Hidayat.

Sebaliknya, jika hasil pemangkasan APBN hanya dialokasikan ke investasi jangka panjang melalui Danantara, manfaatnya baru akan terasa bertahun-tahun kemudian. Sementara ekonomi saat ini dibiarkan stagnan atau bahkan mengalami perlambatan.

Modal Awal Danantara dari Efisiensi Anggaran Harus Ditolak

Hidayat menegaskan, modal awal Danantara yang juga bersumber dari pemangkasan anggaran harus ditolak. Pemotongan anggaran tersebut seharusnya digunakan untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang sedang dialami masyarakat.

“Hasil efisiensi ini bukan malah dikunci dalam investasi jangka panjang yang tidak memberikan dampak langsung,” kata Hidayat.

Dalam kondisi ekonomi yang sedang berjuang untuk bangkit, menurutnya, keputusan tersebut hanya akan memperparah kesulitan rakyat dan memperlambat pemulihan ekonomi. Ia mengatakan, pemerintah seharusnya memahami bahwa hasil efisiensi anggaran bukan menjadi dana yang bisa disimpan begitu saja tanpa memikirkan kebutuhan mendesak rakyat.

“Alih-alih menyimpan dana dalam bentuk investasi yang baru akan terlihat manfaatnya dalam jangka panjang, lebih baik dana tersebut digunakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi dengan meningkatkan daya beli masyarakat,” ujar Hidayat.

Investasi Danantara Harus Untung

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menjelaskan penempatan dana ke Danantara bukan merupakan bagian dari belanja APBN. Wijayanto mengatakan, penempatan dana hanya sebagai langkah investasi.

Namun hal itu baru akan memberikan dampak positif jika investasi yang dilakukan mendapatkan untung. “Jika dikelola dengan baik dan membukukan untung, Danantara berpotensi menambah penerimaan non pajak dalam bentuk dividen,” kata Wijayanto.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira juga menyoroti penggunaan hasil efisiensi untuk Danantara. Bhima menilai, pemerintah perlu mengantisipasi hal tersebut.

“Akibat dari hasil efisiensi masuk ke Danantara dikhawatirkan porsi belanja pemerintah ke PDB berkurang, bahkan ganggu pelayanan publik dan program prioritas,” ujar Bhima.

Ekonom Celios lainnya yakni Nailul Huda juga mengkhawatirkan penggunaan APBN atau pajak masyarakat untuk investasi Danantara. Ketakutan paling utamanya adalah imunitas Danantara yang tidak bisa diperiksa secara langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Terjadi kekhawatiran juga adanya investasi gagal yang dapat merugikan nasabah bank Himbara yang masuk ke Danantara,” kata Huda.

Sebab, Huda mengatakan tidak ada penjelasan secara resmi dari pemerintah mengenai dana pihak ketiga (DPK) nasabah di perbankan pelat merah merupakan aset yang dikelola oleh Danantara atau tidak. Hal ini bisa memicu gerakan rush money dari bank Himbara.

 

 

 

 

 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...