Laba Pertamina Geothermal (PGEO) Turun 28,37% Meski Pendapatan Naik, Ada Apa?


Emiten di bawah holding Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 28,37% selama paruh pertama 2025 menjadi US$ 68,95 juta atau sekitar Rp 1,11 triliun (kurs Rp 16.231 terhadap dolar Amerika Serikat) dari US$ 96,27 secara tahunan. Sementara pendapatan perseroan naik tipis 0,53%.
Merujuk laporan keuangan semester pertama perseroan, pendapatan PGE tumbuh menjadi US$ 204,85 juta dibandingkan dengan pendapatan semester pertama 2024 sebesar US$ 203,76 juta.
Penurunan laba bersih PGE antara lain disebabkan oleh meningkatnya beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya, yang naik menjadi US$ 83,49 juta dari US$ 77,78 juta pada periode Januari–Juni 2024. Selain itu, beban keuangan juga melonjak secara tahunan (year on year/yoy) dari US$ 11,16 juta menjadi US$ 14,70 juta.
Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy Yurizki Rio menjelaskan, kinerja emiten sektor energi ini berada di jalur yang sehat selama enam bulan pertama 2025.
“Ini menandakan fundamental keuangan perseroan yang kuat, didorong oleh produksi yang melebihi proyeksi awal,” kara Yurizki dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (30/7).
Dia menekankan bahwa penguatan kinerja PGEO mencerminkan sumber energi terbarukan dari panas bumi memiliki peran penting dalam usaha pemerintah Indonesia.
Kendati demikian, tantangan geopolitik dan ekonomi global memengaruhi aspek pendanaan proyek dan biaya operasional perseroan. Meski begitu, produksi energi pada kuartal kedua 2025 tercatat melebihi target awal sehingga dapat mendongkrak pertumbuhan pendapatan perusahaan.
“Net profit perusahaan masih tetap sehat, dan EBITDA margin kami terjaga di atas 80%, mencerminkan efisiensi dan profitabilitas dalam mengelola aset dan operasional,” ujarnya.
Dia juga optimis PGE bakal mencapai target 1 gigawatt (GW) kapasitas terpasang. Target tersebut akan dikelola mandiri oleh PGE serta didukung oleh sejumlah proyek yang tengah digarap perseroan. Di antara proyek tersebut adalah pengembangan Hululais Unit 1 dan 2 dengan 110 megawatt (MW), proyek-proyek co-generation dengan total kapasitas 230 MW serta eksplorasi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Tiga yang telah diresmikan pada Juni 2025.
PLTP Lumut Balai Beroperasi Sejak Juni
Tak hanya itu, dia juga menyampaikan PLTP Lumut Balai Unit 2 telah beroperasi sejak akhir Juni. Dengan beroperasinya PLTP tersebut maka, pasokan listrik nasional bertambah sebesar 55 MW. Keuntungan lainnya adalah dampak positif terhadap kinerja keuangan perseroan sepanjang tahun.
Sementara itu Direktur Utama PGEO Julfi Hadi menegaskan komitmen perusahaan dalam menyediakan energi bersih berbasis panas bumi yang stabil dan andal. Hal ini sejalan dengan upaya mendukung target Net Zero Emission 2060 Indonesia.
“Beroperasinya Lumut Balai Unit 2, proyek eksplorasi (green field) PLTP Gunung Tiga, serta pengembangan berbagai proyek lainnya merupakan bukti konsistensi PGE dalam mengembangkan pemanfaatan panas bumi,” kata Julfi.
Ia juga menambahkan bahwa misi PGEO tidak hanya sebatas penyediaan listrik, tetapi juga pemberdayaan masyarakat sekitar wilayah operasional. Oleh karena itu, selain menjaga profitabilitas dan berinvestasi secara strategis, PGEO juga berupaya mendukung ekonomi sirkular dan meningkatkan kesejahteraan komunitas.
Saat ini, PGEO mengelola kapasitas terpasang sebesar 1.932 MW, yang terdiri dari 727 MW dikelola mandiri dan 1.205 MW melalui kemitraan. “PGE optimistis dapat meningkatkan kapasitas terpasang mandiri menjadi 1 GW dalam 2-3 tahun ke depan, dan 1,7 GW pada 2033,” kata Julfi.