BEI Delisting 10 Emiten: Mayoritas Sudah Pailit, Ada Perusahaan Benny Tjokro


Bursa Efek Indonesia resmi mendepak 10 emiten dari papan pencatatan saham mulai besok, Senin (21/7). Emiten yang sahamnya dilakukan pembatalan pencatatan atau delisting, antara lain adalah perusahaan milik terpidana Benny Tjokro, PT Hanson Internasional Tbk yang telah dinyatakan pailit sejak 2020.
Berdasarkan pengumuman yang telah dibuat BEI, pengumuman delisting ini telah disampaikan kepada publik pada 19 Desember 2024. Ke-15 emiten tersebut, yakni:
- PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI)
- PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ)
- PT Hanson International Tbk (MYRX)
- PT Grand Kartech Tbk (KRAH)
- PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS)
- PT Steadfast Marine Tbk (KPAL)
- PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS)
- PT Nipress Tbk (NIPS)
- PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX)
- PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW)
Dari ke-10 emiten, tersebut mayoritas telah dinyatakan pailit atau bangkrut oleh pengadilan. Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id, delapan emiten yakni MAMI, FORZ, MYRX, KRAH, KPAS, KPAL, PRAS, dan NIPS telah berstatus pailit.
Sedangkan dua emiten lainnya, yakni HDTX dan JKSW diketahui juga telah berhenti beroperasi. Keduanya masih menyampaikan laporan keuangan 2024, tetapi tak lagi menerima pendapatan dan hanya mencatatkan beban operasional dan kerugian.
Adapun sebagian dari perusahaan-perusahaan tersebut sempat tersangkut kasus hukum. Pemilik Hanson, misalnya, Benny Tjokro tersangkut kasus korupsi Asuransi Jiwasraya dan ASABRI dengan vonis penjara seumur hidup dan kewajiban mengganti Rp 5,7 triliun dalam kasus ASABRI.
Kasus hukum juga menyeret mantan Direktur Utama Grand Kartech Kenneth Sutardja. Ia divonis penjara 21 bulan atas kasus suap PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) pada 2019.
Merujuk ketentuan BEI, delisting dilakukan terhadap perusahaan jika mengalami kondisi-kondisi, sebagai berikut:
- Perusahaan mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau secara hukum, dan perusahaan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
- Perusahaan tercatat tidak memenuhi persyaratan pencatatan di bursa; dan/atau
- Perusahaan telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar Tunai, dan/atau di seluruh pasar paling kurang selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Perusahaan-perusahaan yang di-delisting tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat. Bursa Efek Indonesia jyga akan menghapus nama Perseroan dari daftar perusahaan tercatat.
Namun sepanjang Perseroan masih merupakan perusahaan publik, maka perusahaan tetap wajib memperhatikan kepentingan pemegang saham publik dan mematuhi ketentuan mengenai keterbukaan informasi dan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.