Membanding Prospek Emiten Tambang ITMG, UNTR, AADI dan ABMM Mana yang Menarik?

Ira Guslina Sufa
10 Maret 2025, 08:12
Tambang
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/YU
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (17/12/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sektor pertambangan, khususnya batu bara, masih menjadi perhatian utama di pasar modal Indonesia. Beberapa emiten tambang besar seperti PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT ABM Investama Tbk (ABMM) mencatatkan kinerja yang beragam di tengah fluktuasi harga komoditas.

Di tengah kondisi pasar yang volatil, saham-saham tambang menunjukkan daya tarik tersendiri dengan fundamental yang solid dan dividen yang menarik. Beberapa emiten bahkan mulai melakukan diversifikasi bisnis untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara, seperti ekspansi ke sektor energi hijau dan mineral strategis. 

Mirae Asset Sekuritas meneropong prospek emiten pertambangan di tengah tekanan harga batu bara. Mirae Asset Sekuritas menilai kondisi ini berpotensi berdampak bagi saham-saham emiten tambang.

Adapun harga batu bara berjangka ICE Newcastle untuk kontrak Maret 2025 anjlok hingga 4,49% atau turun 4,70 poin ke level US$ 100 per metrik ton pada perdagangan Jumat, (7/3). Harga ini menyentuh level terendah. Meskipun dalam lima hari terakhir harga batu bara masih naik tipis 1,01% atau bertambah 1 poin, secara keseluruhan tren masih menunjukkan tekanan. 

Senior Market Analyst Mirae Asset, Nafan Aji Gusta mengatakan sektor pertambangan berpotensi mendapatkan keuntungan dari pelemahan nilai tukar rupiah. Melemahnya rupiah dapat meningkatkan daya saing ekspor dan mendorong harga jual rata-rata (average selling price/ASP) emiten tambang sepanjang 2025 ini. 

Selain itu, ia mengakui bahwa pada tahun sebelumnya, kinerja sektor tambang kurang memuaskan sebab harga komoditas global berada pada level yang lebih rendah. Namun, Nafan optimistis bahwa 2025 akan membawa pemulihan bagi industri tambang. 

“Faktor utamanya adalah depresiasi rupiah yang meningkatkan daya saing ekspor, membaiknya kondisi ekonomi global, yang dapat membantu harga komoditas naik dari level terendahnya,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, seperti dikutip Senin (7/3).  

Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan beli saham UNTR di rentang harga Rp 24.475–24.625, dan accumulative buy saham AADI di target harga Rp 6.650 per lembar saham. 

Lalu, di antara ITMG, UNTR, AADI, dan ABMM, mana yang memiliki prospek paling menarik? Berikut ulasan lebih lanjut mengenai masing-masing emiten dan strategi bisnisnya.

Adaro Andalan Indonesia (AADI): Laba Meningkat Meski Pendapatan Turun

AADI mencatatkan kinerja keuangan yang solid sepanjang 2024 dengan laba bersih sebesar US$ 1,21 miliar atau Rp 19,84 triliun, meningkat 5,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pendapatan AADI mengalami penurunan 10,1% menjadi US$ 5,31 miliar akibat harga jual rata-rata (ASP) yang melemah. EBITDA operasional juga terkoreksi 19% secara tahunan menjadi US$ 1,31 miliar.

Meski demikian, AADI tetap menjaga margin EBITDA operasional di level 25%, yang mencerminkan ketahanan bisnisnya di tengah volatilitas harga batu bara. Kinerja positif ini memberi sinyal kuat bagi investor terkait potensi pembagian dividen yang tetap menarik.

United Tractors (UNTR): Pendapatan Naik, Laba Menurun

UNTR membukukan pendapatan Rp 134,4 triliun sepanjang 2024, naik 4,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, laba bersih perusahaan justru mengalami penurunan 5,24% menjadi Rp 19,5 triliun. Penurunan terbesar terjadi pada segmen penambangan batu bara yang hanya membukukan Rp 9,2 triliun dibandingkan Rp 13,9 triliun pada 2023.

Kendati demikian, segmen bisnis lainnya seperti penjualan mesin konstruksi mengalami peningkatan, yang menunjukkan diversifikasi bisnis UNTR dapat menjadi strategi mitigasi risiko ke depan. Investor perlu mencermati bagaimana UNTR mengelola ekspansi bisnisnya untuk menjaga profitabilitas di tengah fluktuasi sektor tambang.

Indo Tambangraya Megah (ITMG): Konsisten Bagi Dividen Tinggi

ITMG dikenal sebagai salah satu emiten yang rajin membagikan dividen dengan payout ratio besar. Perusahaan ini masuk dalam indeks IDX High Dividend 20 yang berlaku hingga 2026. Meski laba bersih ITMG menurun menjadi US$ 374,11 juta atau Rp 6,12 triliun, potensi pembagian dividen masih terbuka lebar.

Selain itu, ITMG telah memperkuat bisnisnya dengan membuka dua tambang baru, PT Graha Panca Karsa (GPK) dan PT Tepian Indah Sukses (TIS), yang mulai berproduksi pada 2024. Dengan neraca yang sehat dan kas yang kuat sebesar US$ 990 juta, ITMG tetap menarik bagi investor yang mengincar pendapatan pasif dari dividen.

ABM Investama (ABMM): Ekspansi Lewat Akuisisi

ABMM terus memperluas portofolionya dengan mengakuisisi PT Piranti Jaya Utama (PJU) melalui anak usahanya, PT Reswara Minergi Hartama (RWA). Akuisisi ini senilai US$ 57 juta atau Rp 934 miliar dan bertujuan memperkuat kepemilikan cadangan batu bara perusahaan.

Namun, dari sisi kinerja keuangan, ABMM mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 21,18% menjadi US$ 893,5 juta hingga kuartal III/2024. Laba bersih perusahaan juga merosot menjadi US$ 111,9 juta dari US$ 225,7 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, langkah ekspansi ini berpotensi memperbaiki prospek bisnis ABMM dalam jangka panjang.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...