Fitch Turunkan Peringkat, Lippo Karawaci Klaim Punya Likuiditas Rp 6 T
PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mengklaim memiliki likuiditas yang cukup setelah mendivestasi aset senilai Rp 6 triliun pada tahap pertama. Perseroan juga menyesalkan keputusan lembaga pemeringkat Fitch Ratings yang menurunkan peringkat kredit jangka panjang perusahaan dari B menjadi CCC+ pada 2 November lalu.
"Keputusan (penurunan rating) tersebut tidak berdasarkan pada kondisi likuiditas, neraca, kualitas kredit, dan model bisnis Lippo Karawaci," kata Head of Investor Relations Lippo Karawaci William Wijaya Utama, dalam keterangan resmi yang diunggah di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin (5/11).
Lippo Karawaci membantah kondisi likuiditasnya ketat. Perseroan telah belum lama ini menjual aset First Reit Manager serta penjualan sebagian unit First Reit senilai Rp 2,2 Triliun. Jika digabungkan dengan penjualan Lippo Mall Puri ke Lippo Mall REIT, penjualan sisa unit di First Reit, dan saham investasi perusahaan di Rumah Sakit Myanmar, Lippo Karawaci akan mengumpulkan dana tunai bersih lebih dari Rp 6 triliun.
Menurut William, proyek-proyek divestasi aset ini sebenarnya masih dalam tahap penyelesaian akhir. Meskipun risiko dalam pelaksanaannya tetap ada, tapi Lippo Karawaci yakin berhasil karena aset-aset tersebut dinilai memiliki kualitas tinggi.
Seperti diketahui, Fitch pada 2 November lalu menurunkan peringkat utang jangka panjang yang diterbitkan Theta Capital Ltd, anak usaha Lippo Karawaci dan peringkat perusahaan karena pelemahan signifikan dari arus kas pengembangan properti emiten berkode LPKR itu. Kondisi ini diperburuk dengan tuduhan penyuapan dan investigasi kasus korupsi perizinan lahan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), perusahaan yang terafiliasi dengan Lippo Karawaci.
(Baca: Jual Saham Pengembang Meikarta, Lippo Cikarang Raup Rp 2,35 Triliun)
Profil kredit Lippo Karawaci berpotensi melemah lebih jauh apabila terjadi liabilitas finansial yang besar. Lippo Karawaci melalui Theta memiliki obligasi dalam dolar AS yang akan jatuh tempo Juni 2020 senilai US$ 75 juta, obligasi US$ 410 juta akan jatuh tempo 2022, dan obligasi US$ 425 juta pada 2026. Keputusan Fitch ini menyusul dua lembaga pemeringkat lainnya, yakni Moody's Investor Service dan Standard and Poors (S&P) yang lebih dulu mengeluarkan rilis mengenai Lippo Karawaci. Moody's merevisi outlook Lippo Karawaci dari stabil menjadi negatif. Sementara itu, S&P menyebutkan kasus Meikarta akan menimbulkan tekanan terhadap likuiditas perusahaan.
William mengatakan, jangka waktu jatuh tempo utang perusahaan masih panjang. Nilai aset perusahaan yang mencapai Rp 53 triliun juga dianggap lebih dari cukup untuk menutup total utang perseroan sebesar Rp 14 triliun. "Dengan begitu, (aset perusahaan) memiliki potensi 20-30% lebih tinggi jika dinilai kembali dengan mencerminkan harga pasar pada saat ini," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Lippo Karawaci memiliki perusahaan-perusahaan besar dengan pangsa pasar yang luas di beberapa sektor. Perseroan memiliki 51% saham PT Siloam International (SILO) yang merupakan operator rumah sakit. Perseroan juga memiliki Lippo Mall Puri dan Hotel Aryaduta.
Lippo Karawaci juga mengunggulkan proyek Meikarta sebagai salah satu proyek yang berpotensi menjadi mesin pendapatan perseroan di masa depan. Meskipun kinerja MSU sebagai pengembang Meikarta telah dikeluarkan dari konsolidasi laporan keuangan perusahaan, proyek tersebut diprediksi akan mengubah dinamika perusahaan. Perseroan yakin bisa mendorong penjualannya dari sekitar US$ 0,5-1 miliar per tahun menjadi US$ 3-7 miliar per tahun di masa depan.
(Baca: Moody's: Kasus Meikarta Makin Menekan Likuiditas Lippo Karawaci)