BRICS Desak Negara-negara Kaya Danai Transisi Iklim Global


Para pemimpin kelompok negara-negara berkembang BRICS mendesak negara-negara kaya agar mendanai mitigasi emisi gas rumah kaca di negara-negara miskin. Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva juga mengecam penyangkalan terhadap keadaan darurat iklim dan secara tidak langsung mengkritik keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menarik negaranya dari Perjanjian Paris 2015.
“Saat ini, penyangkalan dan unilateralisme mengikis pencapaian masa lalu dan merugikan masa depan kita. Negara-negara Selatan berada dalam posisi untuk memimpin paradigma pembangunan baru tanpa mengulangi kesalahan di masa lalu,” ujar Lula dalam pidatonya, seperti dikutip Reuters, Senin (7/7).
Trump mempermasalahkan kritik terselubung dari kelompok BRICS dan menuduh blok tersebut memiliki “kebijakan anti-Amerika”. Trump mengancam akan menerapkan tarif tambahan 10% untuk negara-negara BRICS.
Para anggota BRICS menepis tuduhan Trump dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap dunia multilateral. Dalam komentarnya kepada para pemimpin di KTT Rio, Lula mendesak transisi global dari bahan bakar fosil, yang merupakan pendorong utama perubahan iklim.
Namun sebuah pernyataan bersama dari para pemimpin BRICS yang dirilis pada hari Minggu (6/7), mereka menyatakan minyak bumi akan terus memainkan peran penting dalam bauran energi global, terutama di negara-negara berkembang. Ini sebuah tanda lain bahwa kelompok BRICS yang semakin heterogen ini menghadapi tantangan untuk menemukan posisi yang seragam dalam isu-isu besar.
"Kita hidup di masa yang penuh dengan kontradiksi di seluruh dunia. Yang penting adalah bahwa kita bersedia untuk mengatasi kontradiksi-kontradiksi ini," Menteri Lingkungan Hidup Brasil Marina Silva mengatakan di sela-sela KTT BRICS, ketika ditanya tentang rencana untuk mengekstraksi minyak di lepas pantai hutan hujan Amazon.
Posisi Standar Negara Berkembang dalam Negosiasi Global
Dalam pernyataan bersama mereka, para pemimpin BRICS juga menggarisbawahi bahwa menyediakan pendanaan iklim merupakan tanggung jawab negara maju terhadap negara berkembang. Ini merupakan posisi standar bagi negara berkembang dalam negosiasi global.
Namun, deklarasi mereka juga menyebutkan dukungan kelompok ini terhadap dana yang diusulkan Brasil untuk melindungi hutan-hutan yang terancam punah. Tropical Forest Forever Facilities (TFFF) merupakan cara bagi negara-negara berkembang untuk mendanai mitigasi perubahan iklim di luar persyaratan-persyaratan wajib yang dibebankan kepada negara-negara kaya dalam Perjanjian Paris.
Cina dan Uni Emirat Arab (UEA) dalam pertemuan dengan Menteri Keuangan Brasil Fernando Haddad di Rio mengisyaratkan mereka berencana untuk berinvestasi dalam dana tersebut.
Pernyataan bersama dari para pemimpin BRICS juga mengecam kebijakan-kebijakan seperti pajak perbatasan karbon dan undang-undang anti-deforestasi, yang baru-baru ini diadopsi oleh Eropa. Pasalnya, kebijakan-kebijakan itu memberlakukan apa yang mereka sebut sebagai “langkah-langkah proteksionis yang diskriminatif” dengan dalih keprihatinan terhadap lingkungan.