Kota Pekanbaru Targetkan Elektrifikasi Transportasi Umum 100% pada 2030

Hari Widowati
19 Juni 2025, 12:00
Kota Pekanbaru, elektrifikasi, bus listrik
Katadata/Hari Widowati
Kota Pekanbaru, Provinsi Riau optimistis bisa mencapai elektrifikasi transportasi umum sebesar 100% pada 2030.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

PEKANBARU. Kota Pekanbaru, Provinsi Riau optimistis bisa mencapai elektrifikasi transportasi umum sebesar 100% pada 2030. Hal ini diungkapkan oleh Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho setelah menerima hasil kajian Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia mengenai Elektrifikasi Transportasi Umum di Surabaya, Surakarta, dan Pekanbaru.

"Ini adalah program yang sangat bagus karena didukung oleh Kementerian Perhubungan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Semua transportasi umum sudah harus mengarah ke listrik untuk mengurangi polusi udara dan lebih ramah lingkungan," ujar Agung kepada wartawan, di Pekanbaru, Kamis (19/6).

Hasil kajian ITDP Indonesia menunjukkan Kota Pekanbaru bisa mencapai 100% elektrifikasi transportasi umum pada 2033. Namun, Agung optimistis hal itu bisa diwujudkan lebih cepat.

"Target Pemerintah Kota Pekanbaru secepatnya, mudah-mudahan maksimal 2030 sudah bisa full pakai listrik semua," ujar Agung.

Menurutnya, hal ini merupakan komitmen Kota Pekanbaru terhadap pelayanan publik. Pada Kamis (19/6) sore ini, Agung juga akan meresmikan layanan feeder (pengumpan) untuk bus yang akan menggunakan mobil angkot atau oplet bertenaga listrik sebanyak tiga unit dari sembilan unit yang direncanakan pada tahun ini.

Alokasikan 5% APBD untuk Transportasi Umum

Pemerintah Kota Pekanbaru telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum Massal. Perda ini menetapkan 5% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pekanbaru digunakan untuk peningkatan pelayanan transportasi umum. Kota Pekanbaru menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki aturan semacam ini.

Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru Sunarko mengatakan tahun ini alokasi APBD untuk transportasi umum sekitar Rp 32 miliar-Rp 33 miliar. Ia mengungkapkan transportasi massal di Kota Pekanbaru berbasis jalan atau bus rapid transit (BRT) telah berjalan sejak 2009.

"Mudah-mudahan ke depan pola transportasi kita, khususnya angkutan perkotaan itu lebih baik, lebih fixed. Dan kita bisa aksesibilitas untuk masyarakat itu lebih mudah," ujarnya.

BRT yang disebut dengan nama Trans Metro Pekanbaru (TMP) itu dahulu mendapatkan hibah berupa 90 bus dari Kementerian Perhubungan. Namun, jumlah armada ini sedikit berkurang karena dampak pandemi Covid-19.

Pemerintah Kota Pekanbaru menerapkan tarif Rp 4.000 sejak tahun 2009. Anak sekolah digratiskan ketika memanfaatkan transportasi massal ini.

Ketika mencoba layanan BRT di Pekanbaru, Katadata.co.id melihat beberapa bus yang beroperasi sudah berusia cukup tua. Beberapa bantalan kursinya copot, ada juga penumpang yang mengeluh AC (air conditioner) di dalam bus kurang dingin. Sejumlah halte juga terlihat rusak sehingga memerlukan perbaikan.

Agung mengatakan, Pemkot Pekanbaru telah mendapatkan solusi untuk memperbaiki halte-halte tersebut.

"Halte ini sama sekali tidak menggunakan APBD. Sudah saya sampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Pekanbaru, mereka bersedia membangun," ujar Agung. Ia menyebut beberapa perusahaan yang berkomitmen untuk memperbaiki halte-halte tersebut antara lain Bank Riau, Bank Mandiri, dan beberapa perusahaan BUMN.

Pembiayaan Kreatif

Direktur ITDP untuk Asia Tenggara Gonggomtua Sitanggang menyambut baik rencana Pemkot Pekanbaru untuk mempercepat pencapaian elektrifikasi transportasi umum.

"Tadi yang saya bicarakan dengan Pak Wali Kota Pekanbaru adalah creative financing, yang sempat dieksplorasi adalah dari pajak reklame dan kerja sama dengan swasta," ujar Gonggom.

Ia mencontohkan model kontrak kerja yang dilakukan negara lain di mana pemerintah tidak perlu memiliki aset sendiri untuk pengadaan transportasi umum. Dengan demikian, biaya investasi yang besar untuk pembelian bus listrik tidak perlu ditanggung oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

"Misalnya untuk charger itu tidak harus pemerintah sendiri yang punya, bisa pihak lain. Yang terpenting dalam upaya elektrifikasi transportasi umum itu adalah dukungan kebijakan, supaya ada kepastian bagi pelaksananya," kata Gonggom.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...