Menteri LH Sebut Sebagian Besar Daerah Masuk Kategori Kota Kotor


Menteri LH atau Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan sebagian besar daerah masuk dalam kategori Kota Kotor, merujuk pada pemantauan selama Juli. Hasil penilaian untuk mendapatkan penghargaan Adipura secara final diumumkan pada Hari Peduli Sampah Nasional pada Februari 2026.
"Saya agak pesimistis akan ada yang dapat Adipura Kencana. Per hari ini, semua kota nilainya masih di bawah 50 atau 60, sementara Adipura nilainya 75," kata Menteri LH Hanif usai memberikan arahan kepada pemerintah daerah terkait standar baru Penghargaan Adipura 2025 di Jakarta, Senin (4/8).
Nilai itu merujuk kepada proses penilaian untuk Penghargaan Adipura yang sudah dimulai dan akan berjalan sampai Desember.
Dalam standar baru tersebut, Kementerian LH atau Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) membagi Adipura menjadi empat predikat, yakni:
- Predikat Kota Kotor: daerah dengan total nilai di bawah 60
- Sertifikat Adipura: skor 60 - 74
- Adipura: skor 75 - 85
- Adipura Kencana: daerah dengan skor lebih dari 85
Rinciannya dapat dilihat pada unggahan di akun Instagram @dlh_jabar sebagai berikut:
Lihat postingan ini di InstagramSebuah kiriman dibagikan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (@dlh_jabar)
Untuk mendapatkan Adipura, daerah harus memiliki TPA jenis controlled atau sanitary landfill, pengelolaan sampah 25% - 50%, anggaran dan sarana prasarana cukup, serta tidak ada TPS liar.
Dengan penghargaan tertinggi Adipura Kencana diberikan kepada kota/kabupaten dengan TPA sanitary landfill yang hanya menampung residu, pengolahan sampah 50% - 100% dan tidak ada TPS liar.
Jika belum ada daerah yang memenuhi standar tinggi untuk Adipura Kencana, Menteri LH Hanif memastikan penghargaan prestisius itu tidak akan diberikan dalam acara penyerahan yang dilakukan tahun depan.
Untuk daerah yang mendapatkan predikat Kota Kotor, dia memastikan akan memberikan pendampingan untuk mewujudkan perubahan dan mencapai target nasional 100% pengelolaan sampah pada 2029.
"Katakan hari ini semuanya masih kotor, tetapi kita tidak membiarkan jadi kita dampingi terus. Hasil komunikasi intensif, kita tidak nilai, buang. Tapi nilai, kawal. Apa yang kurang kita kawal," kata dia.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023, total jumlah sampah mencapai 56,63 juta ton dalam periode itu. Dari jumlah itu sekitar 60,99% dinyatakan masuk dalam kategori tidak terkelola, termasuk yang ditimbun di TPA open dumping dan terbuang ke lingkungan.
Hasil Penilaian Sementara Kota Adipura 2025
Kota Bandar Lampung, Kota Padang, Kota Dumai, dan Kabupaten Aceh Barat berada di posisi pertama dalam setiap kategori. Ini berdasarkan pemantauan selama Juli.
Hasil penilaian secara final diumumkan pada Hari Peduli Sampah Nasional pada Februari 2026. “Katakan hari ini semuanya masih kotor. Tetapi tidak akan kami biarkan. Akan kami dampingi terus,” ujar Hanif.
Kota Bandar Lampung berada di peringkat pertama kategori kota metropolitan, dengan skor 49,95. Kota Bandar Lampung sudah memiliki regulasi daerah untuk pengelolaan sampah, namun masih ditemukan TPA open dumping dan secara kelembagaan belum ada pemisahan antara regulator dan operator kelola sampah.
Meski demikian, TPA Bakung di Lampung yang sebelumnya menggunakan metode open dumping, sudah dihentikan.
Kategori kota besar dipimpin oleh Kota Padang dengan skor 66,25. Kota Padang memiliki sejumlah kebijakan daerah mengenai pengelolaan sampah, mengalokasikan 3% anggaran daerah untuk pengelolaan sampah, serta memiliki fasilitas pengelolaan yang memadai.
Saat ini, TPA Air Dingin di Kota Padang tengah beralih menuju TPA sanitary landfill. Akan tetapi, penanganan gas metana di TPA masih belum maksimal.
Kota Dumai, Riau, menghentikan TPA Sampah Mekar Sari yang menggunakan metode open dumping. Akan tetapi, wilayah ini belum memiliki kebijakan daerah yang mendukung pengelolaan sampah optimal.
Seperti TPA Air Dingin Kota Padang, TPA Gunong Mata Ie di Aceh juga tengah dibina menuju TPA sanitary landfill. Akan tetapi, anggaran dan sarana prasarana daerah ini belum memadai. Penanganan gas metan di TPA juga belum optimal.