Modul Blue Halo S 501, Terobosan Baru untuk Pendidikan Ekonomi Biru


Konservasi Indonesia (KI) dan Universitas Bung Hatta (UBH) meluncurkan Modul Blue Halo S 501. Modul ini menjadi perangkat pembelajaran inovatif yang mengintegrasikan pendekatan Protection and Production (PnP) dalam pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan.
Peluncuran modul ini merupakan langkah penting dalam transformasi kurikulum pendidikan tinggi kelautan di Indonesia dan wujud nyata kemitraan strategis antara dunia akademik dan lembaga konservasi. Modul ini akan diterapkan secara langsung dalam proses pembelajaran di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UBH dan menjadi bagian dari upaya strategis mendukung implementasi ekonomi biru di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572.
Prof. Pasymi, Wakil Rektor Universitas Bung Hatta, mengatakan modul Blue Halo S menjadi salah satu terobosan penting dalam pendidikan tinggi kelautan di Indonesia.
“Peluncuran modul ini menandai komitmen Universitas Bung Hatta dalam mencetak lulusan yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki wawasan dan kepedulian terhadap keberlanjutan sumber daya laut," kata Pasymi. Ia menambahkan modul ini memperkaya kurikulum UBH dan menjawab tantangan nyata yang dihadapi sektor kelautan saat ini.
Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany, mengatakan peluncuran Modul Blue Halo S 501 merupakan bagian dari implementasi program Blue Ecosystem Adaptation Mechanism (BEAM) yang menjadikan UBH sebagai Knowledge Learning Centre (KLC) dalam jejaring Blue Halo S di Indonesia. Inisiatif ini mendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta mendekatkan sains, kebijakan, dan masyarakat dalam satu ekosistem pembelajaran berkelanjutan.
“Kami percaya investasi terbesar dalam konservasi dan keberlanjutan adalah pada pendidikan generasi penerus. Modul Blue Halo S adalah salah satu upaya strategis kami untuk memastikan pengelolaan laut ke depan harus dipimpin oleh SDM yang mumpuni, memiliki kepekaan ekologis dan etika profesi dalam mengelola sumber daya kelautan secara berkeadilan," ujar Meizani.
Berharap Modul Blue Halo S Direplikasi di Perguruan Tinggi Lainnya
Konservasi Indonesia berharap modul ini dapat direplikasi di perguruan tinggi lain dan memperkuat jejaring pengelolaan laut secara kolaboratif dan berkelanjutan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tekanan serius terhadap ekosistem lautnya, dari eksploitasi berlebihan, konversi habitat, hingga dampak perubahan iklim yang kian terasa.
“Pendekatan Protection and Production yang diusung dalam modul ini menjadi jawaban atas kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan perlindungan ekosistem dan keberlanjutan produksi perikanan yang menopang jutaan mata pencaharian masyarakat pesisir,” kata Meizani.
Modul Blue Halo S 501 terdiri atas tujuh bab strategis yang mencakup pendekatan ekosistem dalam perikanan, konservasi spesies fokal, ekosistem karbon biru, praktik budi daya berkelanjutan, hingga pembiayaan konservasi laut. Materi ini disusun oleh akademisi dan praktisi dari UBH dan KI, serta dirancang kontekstual dengan tantangan WPP 572 dan wilayah pesisir Indonesia secara umum.
Modul ini ditujukan untuk mahasiswa program magister, dosen, peneliti, serta pemangku kepentingan, dan diharapkan dapat menjadi referensi nasional dalam memperkuat kapasitas SDM sektor kelautan.
“Kami sangat menantikan implementasi Modul Blue Halo S dalam kurikulum perguruan tinggi dan dapat diadopsi oleh kampus-kampus lain sebagai bagian dari modul pendidikan kelautan berkelanjutan," kata Alfira Malfivaq, mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan UBH.
Peluncuran Modul Blue Halo S 501 diharapkan mendorong lahirnya kebijakan serupa di kampus-kampus lain di Indonesia. Khususnya, di wilayah pesisir dan kepulauan, yang memiliki peran krusial dalam pengelolaan sumber daya kelautan nasional.