Bos UNFCCC Minta Indonesia Tetapkan Target Iklim yang Lebih Ambisius

Hari Widowati
28 Juli 2025, 13:53
Indonesia, target iklim, NDC
IISD/ENB, Kiara Worth
Simon Stiel, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, meminta Indonesia menetapkan target iklim yang lebih ambisius untuk menarik pendanaan dan investasi hijau.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Iklim PBB atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) meminta Indonesia menetapkan target iklim yang lebih ambisius untuk mengatasi pemanasan global. Simon Stiel, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, menyebut target yang lebih ambisius itu diperlukan untuk membuka peluang masuknya pendanaan dan investasi hijau.

Indonesia dan negara-negara lain di dunia akan menyampaikan dokumen rencana iklim yang disebut dengan National Determined Contributions (NDC) ke PBB tahun ini. Dokumen yang disampaikan setiap lima tahun sekali kepada UNFCCC ini akan berisi detail rencana setiap negara untuk memangkas emisinya.

Stiel mengatakan ia memiliki harapan yang tinggi terhadap NDC kedua Indonesia. "NDC ini adalah dokumen kebijakan yang menggarisbawahi semua peluang ... Transisi energi menyediakan sebuah peluang untuk masuknya investasi yang signifikan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," ujar Stiel dalam konferensi pers di sela-sela 2025 Indonesia Net Zero Summit yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Sabtu (26/7).

NDC Indonesia saat ini berkomitmen pada target penurunan emisi sebesar 31,89% relatif terhadap skenario business-as-usual dengan upaya sendiri. Jika menerima bantuan internasional, Indonesia bersedia memangkas emisi sebesar 43,2%.

Indonesia saat ini sedang menyelesaikan NDC-nya dengan rencana untuk memasukkan karbon biru (blue carbon), yakni praktik penyimpanan karbon dioksida di ekosistem pesisir dan lautnya, termasuk padang lamun serta terumbu karang.

“Semakin rinci dan ambisius NDC itu, semakin kuat sinyal (yang dikirimkan Indonesia) kepada komunitas keuangan, sektor swasta (domestik dan asing)… Bahwa ini adalah lingkungan yang menarik untuk investasi tersebut,” kata Stiell.

NDC Harus Layak Investasi

Para pemimpin dunia diperkirakan akan berkumpul di Brasil untuk menghadiri KTT Iklim PBB COP30 pada November mendatang. Mereka akan menjadikan NDC sebagai agenda utama. Ana Toni, Chief Executive Officer COP30, menekankan pentingnya menghasilkan NDC yang layak investasi.

“Semua pemerintah (harus) membawa NDC mereka yang layak investasi, yang memiliki rencana terperinci, rencana sektoral, seluruh perekonomian. Itu akan membantu menarik investasi,” kata Toni kepada forum yang sama melalui rekaman video.

Jakarta telah mendorong negara-negara kaya untuk secara finansial mendukung target emisi negara-negara berkembang.

Dalam pidato terakhirnya di perundingan iklim PBB, Presiden RI Ketujuh Joko Widodo mengatakan secara finansial tidak mungkin bagi negara-negara berkembang untuk beralih ke energi terbarukan sendirian. Menurut perkiraan Jokowi, Indonesia membutuhkan lebih dari US$ 1 triliun untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.

Presiden RI Kedelapan Prabowo Subianto telah membuat beberapa janji terkait iklim sejak menjabat pada Oktober lalu. Dia pernah mengklaim Indonesia dapat mencapai ambisi nol bersihnya pada tahun 2050, satu dekade lebih awal dari target Jokowi. Prabowo baru-baru ini mengatakan bahwa Indonesia dapat mencapai 100% energi terbarukan pada tahun 2035.

Indonesia telah menerima beberapa komitmen pendanaan dari negara-negara kaya dan lembaga keuangan internasional dalam paket yang lebih dikenal sebagai Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership atau JETP). Komitmen pendanaan tersebut mencapai lebih dari US$ 20 miliar (Rp 326,9 triliiun dengan kurs Rp 16.340/US$).

Namun, Amerika Serikat (AS) sebagai donor utama dari Perjanjian Paris memicu kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi pada pendanaan JETP. Jerman telah mengambil alih peran kepemimpinan Washington dalam pendanaan JETP untuk Indonesia.

Pemerintahan Prabowo mengandalkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk mendatangkan investasi, termasuk yang terkait dengan energi hijau. Danantara—yang menaungi perusahaan listrik negara PLN, belum lama ini mengumumkan kemitraan senilai US$ 10 miliar (Rp 163,47 triliun) dengan perusahaan energi Saudi, ACWA Power. Perusahaan yang berbasis di Riyadh ini akan menjajaki investasi di bidang energi terbarukan, hidrogen hijau, desalinasi air, dan sektor lainnya di Indonesia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...