Sistem Guna Ulang Tawarkan Peluang Ekonomi Baru, Bisa Capai Rp82 Miliar


Sistem guna ulang produk menawarkan peluang ekonomi baru hingga Rp82 miliar pada tahun 2030, menurut studi yang dilakukan Dietplastik Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup. Guna ulang atau pemanfaatan kembali dapat menjadi ladang lapangan kerja baru di industri perbaikan dan remanufaktur, serta mendorong ekonomi lokal.
Sistem guna ulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan alat makan dan minum guna ulang, membeli bahan keperluan sehari-hari dengan kemasan guna ulang, menggunakan kantong belanja guna ulang, dan lain sebagainya.
Sistem tersebut dapat dimulai dari skala kecil di masyarakat atau dalam skala kota/kabupaten. Meski demikian, Direktur Eksekutif Dietplastik Indonesia, Tiza Mafira, menyatakan bahwa sistem ini dapat menjadi acuan untuk diterapkan di skala nasional.
“Kalau ini bisa menjadi skala besar, maka kita bisa melihat ini berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia dan juga terhadap lapangan pekerjaan,” tutur Tiza dalam peluncuran Asosiasi Guna Ulang Indonesia di Jakarta, Jumat (25/7).
Tiza menambahkan, saat ini di Indonesia ada sekitar 700 orang menjadi bagian dari pekerjaan yang menggunakan sistem guna ulang. “Bayangkan ini baru permulaan, kalau ini bisa kita jadikan skala besar, pasti akan menjadi lapangan kerja yang besar pula,” tambah Tiza.
Dalam pelaksanaannya, sistem guna ulang membutuhkan kolaborasi dari produsen, jasa logistik, hingga masyarakat sebagai konsumen.
Guna ulang berpotensi mengurangi timbunan sampah plastik, mengurangi konsumsi air, dan menghemat sumber daya alam yang terbatas. Sistem ini juga membantu mitigasi perubahan iklim dengan kemampuannya mengurangi timbunan sampah plastik serta menekan emisi CO2 hingga 32%.
"Air yang digunakan untuk mencuci satu botol guna ulang sebanyak 50 kali, jauh lebih sedikit daripada air yang digunakan untuk mendaur ulang 50 botol sekali pakai, jadi ini less energy intensive," tambah Tiza.
Keuntungan ekonomi juga dirasakan dari hasil penghematan biaya pengelolaan sampah. Selain itu, biaya lingkungan akibat dampak negatifnya terhadap masyarakat juga berkurang.
Beberapa Contoh Usaha dari Sistem Guna Ulang
Praktik usaha menerapkan sistem guna ulang banyak ditemukan di Indonesia. Kelompok ekonomi ini menawarkan produk dan jasa beragam, misalnya Taksu (take, use, return), social enterprise yang menyewakan jasa alat makan dan minum untuk acara kuliner.
“Sistemnya sederhana, pengunjung datang mengambil alat makan, lalu memberi uang deposit. Alat makan dipakai selama di acara, ketika dikembalikan, kami potong sedikit depositnya untuk jasa cuci,” jelas COO Taksu, Ni Luh Sri Junantari.
Sri menyampaikan kehadiran Taksu berusaha mengembalikan kebiasaan penggunaan alat makan dan minum guna ulang. Dalam operasionalnya, Taksu memilih alat makan dan minum dari bahan stainless steel untuk mengurangi sampah.
Beberapa model usaha lain juga bergabung dalam Asosiasi Guna Ulang Indonesia. Di bidang manufaktur ada Yagi Nature yang menyediakan produk perawatan dengan bio-essential technology dan Hepi Circle yang menyediakan produk dengan kemasan guna ulang sekaligus jasa tukar kemasan.
Di bidang lainnya, ada Alner, Kecipir, Toko Organis, Toko Cura, Refilin, Balikin, Izifill, Enviu, dan Dietplastik Indonesia.