Regulasi Pengelolaan Sampah Belum Optimal, Peneliti Sarankan Geser Paradigma

Ajeng Dwita Ayuningtyas
24 Juli 2025, 17:57
sampah, pengelolaan sampah, Citarum
ANTARA FOTO/Abdan Syakura/nz
Petugas membersihkan sampah di bantaran Sungai Citarum, Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (30/4/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indonesia memiliki banyak regulasi mengenai pengelolaan sampah. Namun, para peneliti menilai regulasi tersebut belum berhasil mengoptimalkan perannya karena paradigma pengelolaan sampah yang tidak tepat.

Dosen sekaligus peneliti, Dwinanti Rika Marthanty, mengatakan Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis.  Akan tetapi, regulasi-regulasi itu masih menggunakan paradigma pengelolaan sampah kumpul-angkut-timbun. 

“Masalahnya bukan hanya di teknis, tapi juga sosial,” tutur Anty kepada wartawan di Jakarta, pada Kamis (24/7).

Contohnya dalam penuntasan masalah sampah Sungai Citarum, sudah ada 13 program sejak 1989 hingga yang terbaru program “Citarum Harum” pada 2018. Akan tetapi, masalah tersebut belum juga selesai.

Berdasarkan hasil penelitian “Citarum Action Research Project” yang dilakukan Anty dan tim peneliti yang didukung KONEKSI, revitalisasi Sungai Citarum cenderung hanya berfokus pada aspek teknis, sehingga tidak mendalami aspek tata kelola dan aspek sosial.

Persoalan yang dihadapi Citarum, baik di hulu, tengah, dan hilir relatif sama, yaitu masalah limbah, kerusakan mangrove, pembukaan lahan, lahan kritis, banjir, dan sedimentasi. Limbah yang sering ditemukan di kawasan ini adalah limbah industri, limbah rumah tangga, limbah ternak, limbah perikanan, dan keramba jaring apung.

Dosen dan peneliti Reni Sumarso menjelaskan, paradigma yang perlu diterapkan untuk menyelesaikan masalah sampah khususnya di area perairan adalah kolaborasi multidisiplin, place-based approach, dan menunjang keberlanjutan ekonomi.

Kerja sama multidisiplin ini dapat dilakukan antara pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, hingga relasi dengan mitra internasional. Meskipun kerja sama dapat dilakukan lintas negara, penerapan teori atau konsep tetap harus melalui penyesuaian atau place-based approach. 

“Konsep water-sensitivity ini sangat bagus dan sukses di Australia dan di beberapa negara. Tetapi, ketika diterapkan di Indonesia, kita harus melakukan penyesuaian,” tutur Reni.

Paradigma yang ketiga, sebagai langkah proaktif masyarakat, dibuat proyek-proyek yang mendukung program pemerintah sekaligus mendukung perekonomian masyarakat. Salah satu yang dilakukan oleh Anty dan tim penelitian adalah membuat kawasan ekowisata di Desa Cibodas dan Desa Padamukti, Kabupaten Bandung.

Dengan pembentukan ekowisata, masyarakat tergerak untuk mengelola sampah dengan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle). Selain itu, aktivitas ekonomi dengan budidaya kopi, pemanfaatan lahan untuk membuka usaha kuliner, mengembangkan usaha ternak, penjualan maggot, dan lain sebagainya.

Kebijakan Top-Down Belum Efektif

Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dirilis di era Presiden Joko Widodo. Satuan Tugas Citarum dengan struktur dan koordinasi kerja top-down juga dibentuk.

Akan tetapi, selama lima tahun berjalan, kebijakan tersebut sulit diimplementasikan. Kinerja satuan tugas yang dibentuk juga tidak bisa optimal. Di masa pemerintahan baru ini, Satuan Tugas Citarum dan Koramil Citarum yang berakhir pada 31 Maret lalu tidak diperpanjang.

Setelah melakukan penelitian di sepanjang 2,3km Sungai Citarik (anak Sungai Citarum), Anty dan tim penelitian melihat pentingnya pergerakan oleh masyarakat. Peran akademisi dinilai penting untuk menumbuhkan kesadaran melalui pergeseran paradigma yang tepat di tengah masyarakat.

Reni menambahkan, penelitian juga berperan untuk mengedukasi pemerintah lokal sekaligus memberi bukti nyata pengelolaan TPS3R dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...