Riset: Penduduk Kota di Pulau Jawa Hasilkan Polusi Paling Tinggi


Penduduk di perkotaan di Pulau Jawa menghasilkan polusi berupa emisi karbon tertinggi di Indonesia, jika dihitung per individu, menurut riset Institute for Essential Services Reform atau IESR.
IESR melakukan pengkajian total emisi gas rumah kaca individu atau jejak karbon di Kota Jakarta Selatan, Bandung, dan Yogyakarta (perkotaan), Kota Bogor, Cirebon, dan Serang (semi perkotaan), serta Kabupaten Purworejo, Banjarnegara, dan Cianjur (perdesaan) untuk mengidentifikasi pola dan faktor pengaruh.
Penduduk di sembilan wilayah itu mewakili karakteristik perkotaan, semi perkotaan, dan perdesaan. Total jumlah penduduknya mencapai 11,7 juta jiwa, sementara jumlah responden 483 orang.
Rata-rata total emisi individu di perkotaan di Pulau Jawa mencapai 3,4 ton setara karbon dioksida per kapita per tahun. Butuh sekitar 25 pohon yang dipelihara selama 20 tahun untuk menyerap jumlah karbon ini.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan penduduk wilayah semi perkotaan yang menghasilkan 2,81 ton dan perdesaan 2,33 ton setara karbon dioksida per kapita per tahun.
Koordinator Clean Energy Hub IESR Irwan Sarifudin memaparkan, secara umum ada tiga sektor utama yang sangat berkontribusi terhadap emisi total per individu di Pulau Jawa, yaitu transportasi (43,34%), makanan (34,91%), dan rumah tangga (21,08%).
Tingginya emisi dari sektor transportasi mencerminkan dominasi penggunaan kendaraan pribadi, keterbatasan transportasi publik yang efisien, serta meningkatnya mobilitas di wilayah perkotaan.
Sementara itu, konsumsi makanan olahan dan produk hewani menyumbang emisi tinggi karena proses produksi dan distribusinya.
Di sisi lain, emisi dari sektor rumah tangga berasal dari penggunaan listrik dan bahan bakar seperti elpiji untuk kebutuhan domestik.
“Secara umum, kelompok dengan tingkat pendapatan dan konsumsi lebih tinggi berkontribusi lebih besar terhadap emisi gas rumah kaca akibat pola konsumsi yang intensif, penggunaan kendaraan pribadi, dan konsumsi energi yang tinggi,” kata Irwan dalam acara peluncuran kajian bertajuk ‘Pola Jejak Karbon Individu Berdasarkan Profil Demografis di Kawasan Perkotaan, Semi Perkotaan, dan Perdesaan di Pulau Jawa’ di Jakarta, Rabu (23/7).
“Namun, dampak dari emisi tersebut justru lebih dirasakan oleh masyarakat dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial, dan lebih rentan terhadap risiko perubahan iklim,” Irwan menambahkan.
Manajer Transformasi Sistem Energi IESR Deon Arinaldo mengatakan kesadaran kolektif terhadap jejak karbon individu dapat mendorong upaya penurunan emisi, sekaligus menciptakan tekanan permintaan terhadap produk dan layanan rendah emisi.
"Tingginya emisi individu wilayah perkotaan berasal dari sektor transportasi, makanan dan rumah tangga. Informasi ini penting untuk membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya merancang strategi yang tepat, seperti penerapan kebijakan terpadu di sektor transportasi,” kata Deon.