Voluntary Carbon Market Dinilai Jadi Solusi Strategis Atasi Emisi Karbon

Ajeng Dwita Ayuningtyas
9 Juli 2025, 18:13
emisi karbon, kredit karbon, ekonomi karbon
ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/nz
Dua orang anak berjalan di antara pohon mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Jakarta, Sabtu (7/12/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Voluntary Carbon Market (VCM) merupakan salah satu instrumen yang dianggap cukup strategis dalam mengurangi emisi karbon. VCM menjadi alat untuk mitigasi krisis iklim dan mendukung target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. 

VCM adalah sistem perdagangan karbon di mana individu, perusahaan, atau organisasi secara sukarela membeli kredit karbon untuk mengimbangi emisi gas rumah kaca mereka. 

Penasihat Utama Kementerian Kehutanan Edo Mahendra melihat kontribusi penting aktivitas VCM terhadap lingkungan. 

“Tidak hanya menciptakan nilai ekonomi, tetapi VCM juga membantu sebagai aksi mitigasi terhadap climate crisis,” kata Edo, dalam webinar FOLUTalks 4 yang diadakan Kementerian Kehutanan, Rabu (9/7).

VCM juga berkontribusi untuk mendukung target Indonesia dalam Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Kebijakan tersebut menargetkan Indonesia menjadi penyerap karbon bersih di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya hingga 2030 mendatang.

Indonesia dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan bantuan internasional hingga 2030. Sektor FOLU memegang peranan besar dalam upaya pencapaian target, kontribusi yang diharapkan mencapai sekitar 60%.

Staf Ahli Kementerian Kehutanan Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati, menambahkan kebijakan nilai ekonomi karbon (NEK) menjadi solusi strategis untuk mencapai target NDC. Tak dapat dipungkiri, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menurunkan emisi karbon hingga 2030.

VCM dapat membantu tercapainya target FOLU Net Sink 2030 dengan kemampuannya meningkatkan insentif finansial untuk menjaga stok karbon hutan dan mendorong produktivitas jasa lingkungan dengan berkelanjutan. 

Selain itu, VCM juga dapat menarik investor swasta dalam rangka restorasi mangrove, gambut, dan hutan. Praktik VCM juga mendukung implementasi proyek REDD+ yurisdiksi dengan skema nesting.

Hal-hal tersebut membantu mengisi celah pembiayaan Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030.

Hutan Indonesia Simpan Potensi Besar 

Dalam paparannya, Haruni menyatakan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan praktik VCM dengan tutupan hutan tropis yang luas, serta keanekaragaman hayati.

Sejumlah kegiatan di sektor FOLU yang didukung oleh VCM, di antaranya aforestasi, reforestasi, dan revegetasi (ARR); serta perbaikan pengelolaan hutan. Selain itu, pengembangan Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) untuk menghasilkan kredit karbon skala proyek dan skala yurisdiksi; serta pencegahan konversi hutan dan peningkatan serapan karbon dengan rehabilitasi atau reforestasi.

Untuk lahan basah, kegiatan yang dapat dilakukan adalah mencegah konversi lahan basah pesisir, seperti mangrove dan rawa gambut; serta pencegahan degradasi, pembasahan kembali, dan restorasi vegetasi lahan gambut.

Praktek VCM di Indonesia

Beberapa praktik VCM telah dilakukan di Indonesia, di antaranya pada proyek lahan gambut di Sumatera Selatan (PT Global Alam Lestari), proyek konservasi dan restorasi gambut di Kalimantan Tengah (PT Rimba Makmur Utama), serta proyek keanekaragaman hayati di Kalimantan Tengah (PT Rimba Raya Conservation).

Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization, Moekti Handajani Soejachmoen, menyebut ada penurunan permintaan VCM. 

“Karena trust issue, sekarang ini sebetulnya masih ada kekhawatiran masalah integritas, kualitas (kredit karbon) dari sisi yang mau beli, dan kesesuaian metodologi dengan kondisi yang ada terutama di negara berkembang itu kadang-kadang memang gak match,” jelas Kuki, panggilan akrab Moekti Handajani Soejachmoen. 

Masalah tersebut juga diakui oleh Edo Mahendra. Menurutnya, prinsip-prinsip tersebut harus diperkuat untuk menciptakan ekosistem VCM yang mampu melawan krisis iklim.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...