Longsor Maut di Puncak, Pemerintah Soroti Alih Fungsi Lahan dan Izin Bermasalah


Bencana banjir dan longsor kembali menerjang kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak Sabtu (5/7). Peristiwa ini terjadi di tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, menyusul hujan ekstrem hingga 150 milimeter selama dua hari berturut-turut. Bencana tersebut menewaskan tiga orang dan menyebabkan satu orang hilang.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa akar dari bencana ini tidak lepas dari lemahnya pengendalian ruang dan maraknya alih fungsi lahan di kawasan rawan bencana.
“Kami tidak bisa membiarkan pembangunan liar terus terjadi di kawasan rawan bencana tanpa pertimbangan lingkungan yang memadai,” ujar Hanif dalam kunjungan ke Desa Tugu Utara dan Pondok Pesantren Al Barosi, Senin (7/7).
KLH/BPLH bersama tim ahli dari berbagai disiplin seperti ekotoksikologi, hidrologi, dan perencanaan wilayah telah melakukan verifikasi dan pengawasan di kawasan Puncak dan Sentul. Hasilnya, ditemukan dua jenis pelanggaran lingkungan:
- Kegiatan tanpa izin
- Kegiatan yang memiliki izin tetapi berdampak besar terhadap lingkungan.
Sebagai tindak lanjut, Hanif telah berkoordinasi dengan Bupati Bogor untuk mencabut persetujuan lingkungan terhadap sembilan usaha/kegiatan yang izinnya tumpang tindih dengan lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII.
Selain itu, 13 perusahaan lain dikenai sanksi administratif berupa perintah pembongkaran dan penghentian kegiatan.
Empat tenant di kawasan Agrowisata Gunung Mas juga akan dibongkar, yaitu:
- CV Sakawayana Sakti
- PT Taman Safari Indonesia
- PT Tiara Agro Jaya
- PT Prabu Sinar Abadi
Seluruhnya beroperasi atas kerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 2.
Rehabilitasi dan Tata Ruang Jadi Prioritas
Hanif menekankan bahwa penegakan hukum harus diiringi dengan rehabilitasi kawasan rawan longsor, termasuk penanaman vegetasi pengikat tanah dan pelibatan masyarakat dalam penghijauan serta edukasi lingkungan.
“Rehabilitasi kawasan rawan longsor tidak bisa ditunda. Kita harus mulai dengan tindakan nyata seperti penanaman vegetasi pengikat tanah,” tegasnya.
KLH/BPLH juga mendorong adanya evaluasi tata ruang berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai acuan perencanaan wilayah agar tidak bertentangan dengan daya dukung lingkungan.
“KLHS menjadi acuan penting agar tata ruang tidak bertentangan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta mampu mencegah bencana ekologis yang berulang,” kata Hanif.
Perlindungan Puncak untuk Kepentingan Nasional
Di akhir kunjungannya, Hanif menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban serta menekankan bahwa perlindungan kawasan Puncak bukan hanya isu lokal.
“Kami menyampaikan duka yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa. Semoga ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tugas administratif, melainkan bentuk nyata perlindungan terhadap kehidupan manusia,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa perlindungan lingkungan kawasan hulu seperti Puncak adalah kunci bagi keberlanjutan wilayah Jabodetabek, yang masuk kategori strategis nasional.