Aturan Lengkap Tarif Ojol dan Taksi Online: Antar Penumpang, Makanan, Barang


Asosiasi ojol beberapa kali menggelar demo terkait potongan aplikasi hingga tarif pengantaran makanan dan barang. Berikut aturan lengkapnya.
Aturan Tarif Ojol
Kementerian Perhubungan atau Kemenhub berencana menaikkan tarif ojol 8% - 15% per kilometer, tergantung zonasi. Direktur Jenderal Perhubungan Darat atau Dirjen Hubdar Kemenhub Aan Suhanan mengatakan kajian ini memasuki tahapan final.
“Untuk tuntutan terkait tarif, kami sudah melakukan pengkajian dan final terkait perubahan, terutama roda dua. Ada beberapa kenaikan,” kata Aan dalam Rapat Kerja atau Raker bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/6).
Finalisasi kenaikan tarif tersebut dibuat berdasarkan kajian mendalam dan terus-menerus. Besaran kenaikannya akan bervariasi, tergantung zona masing-masing pengguna.
“Ini yang sudah kami buat, kami kaji, sesuai dengan zona yang sudah ditetapkan. Ada yang naik sampai 15% dan 8%, tergantung dari tiga zona yang kami tetapkan,” ujar dia.
Tarif ojol saat ini merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022. Rinciannya sebagai berikut:
Zona I (Sumatera, Jawa di luar Jabodetabek, Bali):
- Tarif Batas Bawah: Rp 2.000 per km
- Tarif Batas Atas: Rp 2.500 per km
- Biaya Jasa Minimal: Rp 8.000 – Rp 10.000 untuk empat km pertama
Zona II (Jabodetabek):
- Tarif Batas Bawah: Rp 2.650 per km
- Tarif Batas Atas: Rp 2.750 per km
- Biaya Jasa Minimal: Rp 10.500 – Rp 13.000 untuk empat km pertama
Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua):
- Tarif Batas Bawah: Rp 2.300 per km
- Tarif Batas Atas: Rp 2.750 per km
- Biaya Jasa Minimal: Rp 9.200 – Rp 11.000 untuk empat km pertama
Peraturan tersebut juga mengatur biaya tidak langsung yakni potongan aplikator maksimal 15% dari total biaya yang dibayar pengguna. Komisi ini bisa bertambah 5% untuk biaya penunjang, menjadi paling banyak 20%.
Biaya penunjang untuk mendukung kesejahteraan pengemudi taksi dan ojek online alias ojol yang dimaksud meliputi:
- Asuransi keselamatan tambahan
- Penyediaan fasilitas pelayanan mitra pengemudi seperti pelatihan, kesehatan
- Dukungan pusat informasi
- Bantuan biaya operasional misalnya, voucer BBM dan pulsa
- Bantuan lainnya dalam situasi tertentu
Pengemudi ojol beberapa kali menggelar demo untuk menuntut penurunan potongan dari 20% menjadi 10%. “Ini masih kami kaji dan survei, karena ekosistem yang terbangun dari bisnis ini sungguh sangat banyak,” kata Aan.
Ekosistem yang dimaksud yakni UMKM seperti penjual makanan dan minuman yang berhubungan dengan bisnis ojol sekitar 25 juta usaha. “Semoga dalam waktu dekat, kami bisa sampaikan hasil kajiannya,” Aan menambahkan.
Aturan Tarif Taksi Online
Aan tidak berkomentar mengenai tarif taksi online dalam Raker bersama Komisi V DPR pada Senin (30/6). Tarifnya kini ditetapkan oleh pemerintah daerah alias pemda sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.
"Sesuai ketentuan yang baru, tarif ditentukan oleh Pemda," kata Adita Irawati kepada Katadata.co.id, November 2023, yang saat itu masih menjabat Juru Bicara Kemenhub.
Jika pemda tidak mengaturnya, maka aplikator akan menerapkan tarif sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018, dengan formula sebagai berikut:
Zona I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali:
- Tarif batas bawah Rp 3.500 per km
- Tarif batas atas Rp 6.000 per km
Zona II termasuk Nusa Tenggara dan Kalimantan:
- Tarif batas bawah Rp 3.700 per km
- Tarif batas atas Rp 6.500 per km
“Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 itu memberi kewenangan kepada pemda untuk mengeluarkan regulasi (terkait tarif taksi online). Selama tidak ada aturan di Pergub, maka memakai Permenhub Nomor 118 ini,” kata Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R Munusamy dalam acara diskusi dengan wartawan, beberapa waktu lalu (13/6).
Tarif Ojol Antar Makanan dan Barang
Pengantaran makanan dan barang dilakukan oleh pengemudi ojol, taksi online, dan kurir seperti di e-commerce. Tirza menjelaskan, layanan di aplikator seperti Grab, disebut point to point. Point to point berbeda dengan pengantaran barang yang membutuhkan pergudangan.
Kementerian Komunikasi dan Digital alias Komdigi, dulu bernama Kominfo, menerbitkan Peraturan Menteri atau Permen Kominfo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.
Pada Mei 2025, Komdigi mengeluarkan Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial. Beleid ini mengatur tarif layanan pos komersial atau ongkos kirim. Metode perhitungannya didasarkan pada biaya, yang mencakup biaya produksi atau operasional ditambah margin.
Biaya produksi atau operasional meliputi berbagai komponen seperti biaya tenaga kerja, transportasi, aplikasi, teknologi, serta biaya yang muncul dari kerja sama penyediaan sarana dan prasarana, maupun kerja sama dengan pelaku usaha atau individu.
Pasal 45 memberikan ruang bagi penyelenggara pos untuk menerapkan potongan harga terhadap tarif layanan pos komersial sebagai bagian dari strategi usaha.
Diskon hanya dapat diberikan secara berkelanjutan sepanjang tahun, apabila tarif yang dikenakan setelah dikorting tetap berada di atas atau sama dengan biaya pokok layanan. Jika diskon yang diterapkan justru menyebabkan tarif layanan menjadi di bawah biaya pokok, maka penerapannya dibatasi secara ketat.
Pasal 45 ayat (4) mengatur korting, termasuk gratis ongkir, hanya dapat diberlakukan untuk kurun waktu tertentu dengan paling lama tiga hari dalam sebulan.
Akan tetapi, Tirza mengatakan aturan baru itu belum mengatur layanan pengiriman barang dan makanan point to point. “Judulnya sama (dengan regulasi 2012), yakni layanan pos komersil. Dulu, diatur sama, kami masuk ke aturan ini. Akan tetapi, kami layanan point to point yang berbeda dengan layanan logistik yang memakai pergudangan, tidak diatur (di regulasi baru). Ini masih didiskusikan,” kata Tirza.
“Kami masih terus berkoordinasi, karena Permen Komdigi relatif baru keluar,” Tirza menambahkan. Oleh karena itu, Grab masih menggunakan formula perhitungan tarif pengantaran makanan dan barang yang diatur dalam Permen Kominfo Nomor 1 Tahun 2012, dengan rincian sebagai berikut:
Pasal 3: Perhitungan dan penetapan tarif
Komponen perhitungan tarif layanan pos komersial, terdiri atas:
- Biaya tetap
- Biaya tidak tetap
Kelompok biaya komponen perhitungan tarif, terdiri dari:
- Biaya operasi/produksi, termasuk biaya risiko)
- Biaya pemasaran
- Biaya administrasi
- Biaya umum
- Biaya yang tidak bersinggungan langsung dengan proses produksi alias overhead cost
Pasal 4: Formula tarif layanan pos komersial ditetapkan dengan perhitungan berbasis biaya yang meliputi seluruh komponen biaya ditambah margin untuk penyelenggaraan suatu layanan pos komersial.
Pasal 5:
- Penyelenggara Pos menetapkan besaran tarif berdasarkan formula tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan merupakan tarif yang dipublikasikan
- Besaran tarif yang dimaksud setelah dikurangi margin adalah merupakan harga pokok produksi
- Besaran tarif tidak boleh lebih rendah dari harga pokok produksi
Pasal 6:
Penyelenggara wajib membuat laporan kepada direktur jenderal penyelenggara pos dan informatika Kominfo paling lama 30 hari kerja setelah perubahan tarif, dilengkapi dengan komponen biaya yang digunakan sebagai basis perhitungan.
Pasal 7:
Dirjen pos dan informatika Kominfo mengevaluasi laporan paling lama 30 hari kerja sejak menerima. Penyesuaian penetapan tarif dilakukan oleh penyelenggara pos dalam selambat-lambatnya 90 hari kerja terhitung sejak diterimanya pemberitahuan.
Pasal 8:
Penyelenggara pos yang tidak melaksanakan kewajiban dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis hingga pencabutan izin.
Katadata.co.id juga sudah mengonfirmasi kepada Komdigi beberapa kali mengenai progres pembahasan tarif pengantaran makanan dan barang, namun belum juga mendapatkan respons hingga berita ini dirilis.
Asosiasi Ojol Sebut Aturan Komdigi Bikin Potongan Aplikator Tembus 70%
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia atau SPAI menyoroti aturan Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital yang dinilai membuat aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim hingga inDrive bisa mengenakan potongan kepada mitra pengemudi ojol dan kurir hingga 70% dari pengantaran makanan dan barang.
“Kami mendapati potongan platform hingga 70%, di saat pengemudi ojol hanya mendapatkan Rp 5.200 untuk pengantaran makanan, padahal konsumen membayar Rp 18 ribu kepada platform,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati dalam keterangan pers yang diterima Katadata.co.id, Selasa (1/7).
Di satu sisi, pengemudi ojol, taksi online, dan kurir harus menanggung berbagai biaya operasional sehari-hari seperti bensin, parkir, pulsa, paket data, servis kendaraan, penggantian spare parts, cicilan handphone maupun kendaraan dan biaya lainnya.
Lily mencontohkan program argo goceng alias aceng yang mengenakan tarif serba Rp 5.000 untuk pengantaran makanan. Akan tetapi, aceng merupakan opsional. Driver ojol perlu mendaftar terlebih dulu jika ingin berpartisipasi.
Kemenhub tidak mengatur program yang diterapkan oleh aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim dan inDrive, karena bukan perusahaan transportasi. Aplikator ini termasuk perusahaan aplikasi, yang diatur perizinannya oleh Komdigi.
Ia pun menyayangkan Komdigi yang hanya mengatur formula tarif pengantaran barang dan makanan, sementara tarifnya ditentukan oleh aplikator. Alhasil, SPAI menghitung selisih antara pendapatan yang diperoleh aplikator dengan driver sangat besar. Selisih ini yang disebut SPAI sebagai potongan hingga 70%.
Katadata.co.id mengonfirmasi tentang aturan tarif tersebut kepada Komdigi sejak April, namun belum ada tanggapan. Katadata.co.id kembali menanyakan hal serupa pada hari ini (1/7), namun belum mendapatkan respons.
Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi Wayan Toni Supriyanto, saat masih menjabat Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo, mengatakan pada Agustus 2024 bahwa instansi hanya mengatur komponen perhitungan tarif pengantaran barang dan makanan ojol yang termasuk dalam layanan pos komersial.
Komponen yang dimaksud adalah biaya operasi, biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya umum dan biaya yang tidak bersinggungan langsung dengan proses produksi. Ketentuan ini mengacu pada pada Pasal 3 Permen Kominfo Nomor 1 Tahun 2012.
"Penyelenggaraan pos ini bukan (diatur) pemerintah. Kami hanya mengatur formula tapi kewenangan untuk menentukan tarif itu aplikator," kata Wayan saat ditemui di Kantor Komdigi pada Agustus 2024.
Wayan mengatakan, meski para aplikator memiliki kewenangan untuk menetapkan tarifnya sendiri berdasarkan biaya dan investasinya, pihak Kominfo terus memonitor fluktuasi pemberlakukan tarif aplikator kepada mitra ojol agar tidak terlampau rendah.
Kebebasan bagi para aplikator untuk menentukan tarif layanan pos komersialnya masing-masing didasari oleh kebutuhan aplikator yang harus menyesuaikan tarif agar sesuai dengan biaya operasional serta mempertimbangkan daya saing pasar.
"Ya kan mereka berinvestasi. Kalau tarif mereka terlalu tinggi, maka akan ditinggal oleh pengguna. Kalau terlalu rendah kapan balik modalnya," ujar Wayan.