Awal Mula Pengemudi Ojol Berstatus Mitra bukan Karyawan

Desy Setyowati
21 Mei 2025, 14:02
ojol. gojek, grab,
Katadata/Kamila Meilina
Demo ojol di depan Kemenaker pada 17 Februari 2025
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pengemudi ojol dan taksi online mendorong pemerintah membuat peraturan agar mereka dianggap sebagai karyawan, bukan mitra. Berikut awal mula para driver transportasi online berstatus kemitraan.

“Kami meminta untuk menghapus sistem kemitraan. Menetapkan pengemudi ojol, taksi online, dan kurir sebagai pekerja tetap,” demikian isi tuntutan pengemudi taksi online dan ojek online yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia alias SPAI dalam aksi unjuk rasa pada Selasa (20/5).

Gojek, Grab, Maxim hingga InDrive bukan murni perusahaan transportasi. Perusahaan-perusahaan ini merupakan penyedia layanan on-demand, sehingga bisnisnya berada di bawah naungan Kominfo yang kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi.

Dikutip dari laman resmi Kementerian UMKM, layanan on-demand adalah platform digital yang menyediakan kebutuhan permintaan produk atau jasa.

Mantan Menteri Kominfo Rudiantara sempat menjelaskan, status pengemudi taksi ataupun ojek online tergantung pada ekosistem layanan. “Tergantung model bisnis yang mau dipakai dan ekosistemnya,” kata dia di Jakarta, September 2019.

Di Indonesia, Gojek, Grab, Maxim hingga InDrive merupakan pengembang aplikasi. Layanannya bukan hanya berbagi tumpangan, tetapi juga logistik, pesan-antar makanan, fintech hingga konten digital.

Oleh karena itu, mereka tersebut disebut sebagai perusahaan aplikasi, bukan transportasi. Pengemudinya disebut mitra, bukan karyawan.

Kementerian Perhubungan alias Kemenhub yang mengatur tarif taksi online dan ojol. Namun sejak akhir 2023, tarif untuk taksi online ditentukan oleh masing-masing Pemerintah Daerah alias Pemda.

"Sesuai ketentuan yang baru, tarif ditentukan oleh Pemda," kata Adita Irawati, saat menjabat juru bicara Kemenhub kepada Katadata.co.id, pada November 2023.

Sementara itu, tarif pengantaran makanan dan barang di bawah naungan Komdigi lewat regulasi terkait pos. Yang terbaru, kementerian menerbitkan Permen Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur tentang diskon jasa kurir.

Awal Mula Kajian Status Mitra Ojol Menjadi Karyawan

Kemenhub mulai menyoroti banyaknya perekrutan mitra pengemudi taksi online dan ojol. Kementerian pun membahas potensi perubahan status itu ketika merancang peraturan tentang taksi online pada 2017. Aturan itu kemudian dicabut oleh Mahkamah Agung (MA).

Lantas, hal itu dibahas lagi saat Kemenhub mengkaji Permenhub Nomor 118 Tahun 2018. “Saat itu pernah diwacanakan. Kalau merekrut (mitra pengemudi) seperti menarik karyawan. Itu sudah dibahas, tapi tidak bisa,” kata Budi Setyadi kepada Katadata.co.id, saat masih menjabat direktur jenderal perhubungan darat Kemenhub pada September 2019.

Budi Setyadi menjelaskan, untuk mengubah status pengemudi ojol menjadi pegawai, perlu merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan alias UU LLAJ. Sebab, ojek bukan merupakan angkutan umum.

Untuk dianggap sebagai angkutan umum, layanan ojek harus menggunakan pelat kuning. SIM yang dimiliki juga terkait angkutan publik, namun untuk motor tidak bisa disamakan dengan mikrolet ataupun taksi.

Revisi UU LLAJ pun akan berdampak terhadap regulasi lain.

Kombes Muhammad Arsal Sahban pada 2018 menyampaikan, kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum sempat dibahas dalam pembuatan UU LLAJ di DPR pada 2009. "Saat kami akan mengatur, para pakar tidak merekomendasikan roda dua sebagai angkutan umum karena tidak memenuhi kaidah keamanan," ujarnya.

Akan tetapi, ia menyadari bahwa ojek sudah dimanfaatkan masyarakat bahkan hingga pelosok desa. Ia pun mengusulkan agar kendaraan roda dua sebagai alat transportasi umum lebih dulu diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), ataupun Peraturan Menteri (Permen).

Kemudian Gojek, Grab, dan Maxim membahas revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bersama  Komisi V DPR pada Maret 2022. Mereka bicara soal tarif ojek online dan status pengemudi.

Ketua Komisi V DPR saat itu, Lasarus mengatakan ada sejumlah isu yang akan dibahas dalam revisi UU LLAJ. "Misalnya, terkait keberadaan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, dengan memakai teknologi informasi," ujar Lasarus dalam RDPU Komisi V DPR, pada Maret 2022. “Ada juga terkait pola kemitraan, perpajakan hingga ketenagakerjaan.”

Status Kemitraan Diatur dalam UU UMKM

Hubungan kemitraan diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Menurut pasal 1 angka 13, hubungan kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku UMKM dengan usaha besar.

Merujuk pada pasal 87 angka 5 Perppu Cipta Kerja yang mengubah pasal 26 UU Nomor 20 Tahun 2008, kemitraan dapat dilakukan dengan pola inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi atau keagenan, rantai pasok, dan bentuk lainnya seperti bagi hasil, kerja sama operasional, perusahaan patungan, atau penyumberluaran alias outsourcing.

Setiap bentuk kemitraan dilakukan oleh UMKM harus dituangkan dalam perjanjian kemitraan yang minimal memuat identitas para pihak, kegiatan usaha, hak dan kewajiban para pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu kemitraan, mekanisme pembayaran, dan penyelesaian perselisihan.

Lantas muncul wacana mengubah status pengemudi taksi online dan ojol sebagai UMKM. Akan tetapi, Kementerian Ketenagakerjaan juga tengah membahas status hubungan pengemudi taksi online dan ojol dengan perusahaan aplikasi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...