Alasan dan Awal Mula Gibran Poles Angka Kinerja Bisnis eFishery: Bertahan Hidup

Desy Setyowati
16 April 2025, 06:30
eFishery, gibran huzaifah,
eFishery
eFishery
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gibran Huzaifah, CEO eFishery yang kini jabatannya ditangguhkan, mengakui dirinya memoles angka laporan keuangan. Akan tetapi, ia memastikan dirinya tidak mencuri uang.

“Saya hanya ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkena dampak, terutama para petani karena mereka alasan saya melakukan ini,” kata Gibran dalam wawancara dengan jurnalis Bloomberg, dikutip Selasa (15/4).

Pernyataan Gibran tersebut hampir sama dengan yang disampaikan kepada Katadata.co.id pada Februari. "Tidak ada penggelapan dana dan tidak ada dual reporting," kata Gibran kepada Katadata.co.id pada 24 Februari, tanpa menjelaskan lebih jauh tanggapannya atas laporan sementara FTI Consulting.

Gibran menjelaskan dirinya memoles angka laporan keuangan eFishery untuk bertahan hidup. "Saya pikir saya akan melakukannya hanya untuk bertahan hidup,” kata dia dikutip dari Bloomberg.

Ia pun menceritakan alasan dan awal mula dirinya memoles angka laporan keuangan eFishery.

Cerita Gibran Membangun eFishery

Gibran dibesarkan di dekat daerah kumuh Jakarta Timur. Ayahnya bekerja di bidang konstruksi, sedangkan ibunya merupakan ibu rumah tangga.

Keluarganya sempat kesulitan keuangan. Makanan terbatas, dan Gibran bergantian antara tidur di masjid dan di sekolah. Pria yang menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung atau ITB ini pun menyambi sebagai guru les untuk mendapatkan uang, bekerja di toko swalayan, dan pekerjaan sampingan lainnya.

Berdasarkan wawancara dalam acara podcast Impacttalk yang dirilis oleh Impactto pada 2022, Gibran bercerita dirinya mengambil jurusan Biologi. Akan tetapi, ketika mengikuti mata kuliah Akuakultur di kampus, ia terinspirasi pernyataan dosen yang memperkirakan ikan lele menjadi menu di restoran-restoran besar dalam lima sampai 10 tahun lagi sejak saat itu.

Gibran pun mulai mencari kolam yang bisa digunakan untuk beternak lele. Kolam pertama yang disewanya membutuhkan biaya Rp 400 ribu per tahun. Gibran berhasil memanen 130 kilogram atau kg lele di panen pertama, dikutip dari laman resmi ITB.

Walaupun awalnya mulus, Gibran ternyata kesulitan menjual hasil panen ikan lele, karena warung makan sudah memiliki langganan tetap di tengkulak. Ia pun menjual ke tengkulak dengan harga rendah dan hanya mendapatkan keuntungan Rp 65 ribu per bulan.

Ia mendapati fakta bahwa produksi peternak ikan seringnya kurang optimal dan susah untuk mencari pasar. Ia pun berinisiatif merambah dunia kuliner, sebagai solusi untuk menciptakan pasar sendiri.

Gibran membuat produk kuliner Dorry yang melakukan rebranding lele menjadi jenis makanan modern seperti katsu, nugget, dan sebagainya. Ia menjajakan produknya ke setiap kampus.

Saat belajar tentang bisnis akuakultur, Gibran bertemu seseorang yang dipanggil Pak Haji Ben yang disebut-sebut memiliki ribuan kolam di berbagai kota dan kabupaten di Jawa.

“Cita-cita saya saat lulus pada 2012 yakni memiliki seribu kolam. Saya ingin menjadi Raja Lele Indonesia,” kata Gibran dikutip dari Bloomberg.

Dari Pak Haji Ben, ia mendapati fakta bahwa masalah utama budidaya ikan yakni biaya pakan alias feeding cost, yang mencapai 70% dari biaya total. “Saya melihat peluang itu dan itulah sebabnya saya berubah,” kata Gibran.

Dikutip dari laman ITB, Gibran menciptakan teknologi menggunakan Network Operation Centre yang dihubungkan dengan Supervisory Control and Data Acquisition, sistem kontrol yang dilengkapi food container dan perangkat mekanik untuk mengeluarkan pakan ikan secara otomatis.

Desain awalnya tampak seperti proyek mahasiswa, yakni ember susu terbalik yang dilas ke corong untuk menyalurkan pelet makanan ikan ke cakram yang berputar dengan gaya gravitasi.

Alat itu kemudian disebut smart feeder. “Tidak semanis yang dikatakan Pak Haji. Saat barang ada, harganya belum tentu dia mau beli. Dia pun coba satu sampai dua alat,” ujar Gibran dalam acara podcast Impacttalk pada 2022.

PEMBERIAN PAKAN IKAN GUNAKAN ALAT OTOMATIS EFEEDER
PEMBERIAN PAKAN IKAN GUNAKAN ALAT OTOMATIS EFEEDER (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.)

Dia lantas mencoba alat tersebut di kolam ikan milik sendiri. Pertumbuhan dan produksi ikan tercatat membaik. Begitu juga dengan efisiensi pemberian pakan ikan. “Panennya juga lebih cepat,” kata dia.

Akan tetapi, sulit sekali menawarkan perangkat tersebut ke pembudi daya ikan lain, sekalipun dia memberikan uang agar mereka mau mencobanya. Hal ini karena pola pikir peternak ikan bahwa penghasilan yang cukup untuk makan sehari-hari saja sudah baik.

Selain itu, harga satu perangkat dianggap lebih mahal ketimbang mereka mempekerjakan orang. Padahal, beberapa di antaranya mengaku ada pekerja yang melakukan korupsi dengan menjual stok pakan ke orang lain.

Para pembudi daya juga belum mengetahui teknologi di balik smart feeder yang ia kembangkan, seperti komputasi awan atau cloud dan Internet of Things alias IoT. “Butuh 96 hari untuk meyakinkan satu petani memakai satu alat,” katanya.

Gibran berkeliling sendiri untuk menawarkan produknya kepada para pembudi daya. Sampai kemudian ada 10 peternak ikan yang mau menggunakan alatnya.

“Saya tanya kepada mereka mengenai alasan mereka memakai. Ternyata, mereka sama sekali tidak peduli dengan produk saya. Katanya, ‘saya kasihan dengan Gibran datang terus’,” cerita Gibran.

eFishery Sulit Mencari Investor

Gibran mengikuti kompetisi startup di Jakarta. Ia belajar cara membuat pitch deck atau presentasi singkat, menjual model bisnis, serta mencapai keseimbangan yang tepat antara visi dan keuangan untuk menarik minat investor.

Perusahaan investasi yang berbasis di Belanda yang berfokus pada bisnis akuakultur berkelanjutan, Aqua-Spark pada 2015 setuju untuk melakukan penggalangan dana awal US$ 750 ribu.

Dikutip dari Bloomberg, tantangan besar bagi eFishery yakni tingginya harga alat smart feeder dibandingkan dengan margin keuntungan yang tipis bagi pembudidayaan ikan skala kecil.

Bergantung pada ukuran dan diskon, harga satuan smart feeder bisa mencapai US$ 400 hingga US$ 600. Angka ini di luar jangkauan banyak pelanggan potensial di Indonesia, di mana sekitar 10% dari 280 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan.

Gibran pun menyewakan alat-alatnya ketimbang menjual. Akan tetapi, karena ia harus membayar produksi alat-alat di awal, ini berarti ia menghabiskan uang.

Ia pun mencari investor modal ventura di Asia Tenggara, tetapi ditolak berulang kali. Hingga akhirnya pada Desember 2017, eFishery hanya memiliki uang tunai US$ 8.142, menurut dokumen peraturan Singapura.

Meski begitu, Aqua-Spark masih tertarik. Pada Mei 2018, perusahaan menawarkan diri untuk bergabung dalam putaran Seri A US$ 1,5 juta yang diberikan dalam tiga tahap. Sisa US$ 500 ribu akan diberikan jika investor lain ikut berpartisipasi.

Kesepakatan itu memberi Gibran waktu, tetapi tetap saja tidak ada yang setuju untuk bergabung. Ia mengatakan akan menanggung kerugian US$ 1 juta jika gagal menarik investor lain.

Amy Novogratz, salah satu pendiri Aqua-Spark, mengatakan dalam pernyataan resmi, bahwa tidak ada tanggung jawab pribadi yang terkait dengan kesepakatan itu.

Gibran: Startup Lain Juga Poles Angka

Dengan putus asa, Gibran bertanya kepada sesama pendiri startup Indonesia tentang bagaimana mereka berhasil mengumpulkan investasi baru. Jawabannya samar-samar dan hanya memberikan ‘kode’, yang menurut Gibran, pada dasarnya yakni memanipulasi angka-angka.

"Mereka mengatakan bahwa mereka memanipulasi angka-angka. Mereka memiliki beberapa 'growth hacking initiatives’ yang mereka lakukan dan biasanya mereka melakukannya sebelum penggalangan dana," kata Gibran.

"Saya tahu itu salah. Namun ketika semua orang melakukannya dan mereka masih baik-baik saja dan tidak pernah ketahuan, Anda mempertanyakan apakah itu benar-benar salah,” Gibran menambahkan.

Gibran menyajikan keputusan yang dihadapinya sebagai masalah moralitas antara bersikap jujur dan berakhir bangkrut atau membesar-besarkan angka dan tetap mempertahankan bisnis.

“Ini seperti masalah troli dan tidak pernah menjadi pilihan yang mudah,” kata dia. “Kompas moral saya cukup matematis. Jika jumlah dampak yang dapat saya ciptakan pada waktu tertentu melebihi potensi risiko dan kerusakan yang mungkin terjadi, maka itu masih merupakan hal yang positif dan Anda harus tetap melakukannya selama itu merupakan hal yang positif.”

Ia pun mengubah angka-angka pada laporan keuangan eFishery dan mengirimkannya kepada calon investor. Responsnya berbeda dibandingkan sebelumnya, ketika ia menyajikan angka sebenarnya.

Penggalangan dana Seri A pun sukses dilakukan. eFishery berhasil menarik perusahaan modal ventura Wavemaker Partners yang berkantor pusat di Singapura dan 500 Global yang berkantor pusat di San Francisco.

Putaran investasi itu berhasil mengumpulkan total US$ 4 juta, termasuk tahap ketiga dari Aqua-Spark.

Startup eFishery muncul di bursa saham AS, Wall Street
Startup eFishery muncul di bursa saham AS, Wall Street (Twitter @gibranhuzaifah)

eFishery Disebut Markup Pendapatan

Rincian laporan keuangan eFishery sepanjang 2024 dikutip dari DealStreetAsia merujuk pada laporan terbaru FTI Consulting sebagai berikut:

  • Pendapatan US$ 182,9 juta atau Rp 3 triliun (kurs Rp 16.390 per US$), dengan rincian sebagai berikut:
  1. Q1: US$ 65,7juta
  2. Q2: US$ 54,9 juta
  3. Q3: US$ 37,9 juta
  4. Q4: US$ 24,5 juta
  • Porsi unit bisnis ke pendapatan, sebagai berikut:
  1. Financing: 1,3% atau US$ 2,4 juta
  2. eFeeder: 0,2% atau US$ 400 ribu
  3. Shrimp: 50,4% atau US$ 92,1 juta
  4. Fish: 48,1% atau US$ 88 juta
  • Rugi US$ 50 juta, dengan rincian sebagai berikut:
  1. Q1: US$ 12,7 juta
  2. Q2: US$ 12,8 juta
  3. Q3: US$ 12,3 juta
  4. Q4: US$ 12,2 juta
  • Margin EBITDA atau pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi -24,9%
  • Net loss margin, dengan rincian sebagai berikut:
    1. Q1: -19,4%
    2. Q2: -23,4%
    3. Q3: -32,4%
    4. Q4: -49,6%
  • Total saldo kas US$ 50,8 juta atau Rp 832 miliar
  • Estimasi runway 80 bulan

Pengertian runway di industri startup adalah jumlah bulan yang dapat ditempuh perusahaan dengan uang tunai yang tersedia.

Katadata.co.id mengonfirmasi kepada manajemen eFishery di bawah FTI Consulting terkait data-data tersebut. Namun belum ada tanggapan.

Berdasarkan hasil laporan sementara FTI Consulting setebal 52 halaman yang diedarkan di antara investor dan ditinjau oleh Bloomberg News pada Januari, menyebutkan manajemen menggelembungkan laporan keuangan eFishery. Rinciannya sebagai berikut:

  • eFishery menyampaikan kepada investor bahwa perusahaan untung US$ 16 juta atau Rp 261,3 miliar dan meraup pendapatan US$ 752 juta atau Rp 12,3 triliun selama Januari – September 2024. Padahal sebenarnya eFishery merugi US$ 35,4 juta atau Rp 578 miliar.  Pendapatan startup perikanan ini diperkirakan US$ 157 juta atau Rp 2,6 triliun.
  • Secara keseluruhan, pembukuan internal menunjukkan kerugian yang dipertahankan eFishery sekitar US$ 152 juta atau selama Januari - November 2024.
  • Total aset perusahaan US$ 220 juta, termasuk US$ 63 juta dalam bentuk piutang dan US$ 98 juta berupa investasi.
  • Selain itu, eFishery melaporkan jumlah mitra pembudidaya ikan lebih dari 400 ribu. Namun ternyata hanya 24 ribu.

"Manajemen telah menggelembungkan pendapatan hampir US$ 600 juta dalam sembilan bulan per September 2024" demikian isi laporan itu dikutip dari Straits Times, pada Januari (22/1). Jika benar, maka lebih dari 75% dari angka yang dilaporkan adalah palsu, menurut laporan tersebut.

“Manajemen juga menggelembungkan angka pendapatan dan laba untuk beberapa tahun sebelumnya,” demikian dikutip.

Laporan FTI Consulting itu didasarkan pada lebih dari 20 wawancara dengan staf perusahaan dan tinjauan terhadap akun dan pesan di WhatsApp, Slack, dan saluran lainnya.

Draf laporan tersebut mencatat para penyelidik belum berbicara dengan auditor atau meninjau kertas kerja audit atau dokumentasi lainnya.

Angka-angka tersebut kemungkinan besar akan berubah lebih lanjut, karena laporan bank, wawancara, dan akun-akun lain masih belum ditemukan atau diselesaikan.

Gibran Huzaifah tidak berkomentar apakah angka-angka tersebut benar, namun ia mengakui dirinya memoles data-data kinerja. Alasan dia melakukan hal ini yakni sebagai upaya agar bisnis eFishery berjalan dan sejumlah pendiri startup melakukannya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Desy Setyowati, Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...