SoftBank hingga Temasek Diduga Rugi Besar dari Investasi pada eFishery


SoftBank hingga Temasek menghadapi kerugian besar dari investasinya di startup perikanan eFishery. Para investor diprediksi merugi hingga 90 persen akibat kejatuhan perusahaan ini.
Penyelidikan oleh dewan eFishery mengungkapkan kondisi startup akuakultur asal Bandung ini lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan dokumen yang ditinjau oleh Bloomberg News yang dikutip Selasa (25/2), investor diperkirakan hanya akan mendapatkan kembali kurang dari 10% untuk setiap investasinya di eFishery.
Presentasi dari FTI Consulting Singapore, yang sebelumnya ditunjuk oleh perusahaan, menyatakan eFishery tidak layak secara komersial dalam bentuknya saat ini dan merekomendasikan penutupan sebagian.
Sedangkan pendiri eFishery Gibran Huzaifah membantah dirinya melakukan penggelapan dana perusahaan. "Tidak ada penggelapan dana dan tidak ada dual reporting," kata Gibran kepada Katadata.co.id, Senin (24/2).
Namun ia tidak menjelaskan lebih jauh tanggapannya atas laporan sementara FTI Consulting terkait dugaan fraud atau kecurangan.
Sebelumnya, manajemen eFishery menangguhkan jabatan CEO Gibran Huzaifah dan Chief Product Officer atau CPO Chrisna Aditya pada pertengahan Desember 2024. Startup perikanan ini menunjuk Adhy Wibisono sebagai CEO interim dan Albertus Sasmitra sebagai interim CFO.
DealStreetAsia melaporkan Adhy mengundurkan diri dari posisi CEO pekan lalu. Posisinya digantikan oleh Martin Wong dari FTI Consulting.
Berikut merupakan perjalanan eFishery dugaan fraud e-Fishery, dirangkum dari Bloomberg News:
- eFishery mengalami kerugian ratusan juta dolar dan diduga menyajikan laporan keuangan yang tidak akurat, menurut penyelidikan FTI Consulting. Pada tahun ini, laporan oleh FTI menyatakan bahwa eFishery "tidak layak secara komersial dalam bentuknya saat ini."
- 2023: eFishery mencapai puncak valuasi sebesar US$1,4 miliar setelah menerima pendanaan US$200 juta dari G42XFund Abu Dhabi dan beberapa investor lainnya. Secara total, perusahaan telah mengumpulkan sekitar US$315 juta dari lima putaran pendanaan.
- Akhir 2024: Perusahaan diguncang tuduhan pelanggaran, yang berujung pada pemecatan dua pendiri eFishery, Gibran Huzaifah dan Chrisna Aditya.
- Februari 2025: FTI Consulting memperkirakan eFishery hanya memiliki sekitar US$50 juta dalam bentuk kas dan menyarankan penutupan sebagian besar operasinya. Investor diperkirakan hanya akan mendapat kembali 9,5 sen per dolar dalam kondisi terbaik dan 8,3 sen dalam kondisi terburuk.
Selain itu, perusahaan menghadapi masalah besar dalam pengelolaan utang. Dari total piutang US$68 juta, sekitar 76% dikategorikan sebagai hutang buruk yang jatuh tempo lebih dari 60 hari. Laporan menyebutkan, kesulitan dalam penagihan utang terutama disebabkan oleh luasnya wilayah operasi serta kondisi petani yang tersebar di berbagai daerah pedesaan.
Di sisi teknologi, sebagian besar sistem yang diklaim oleh eFishery tidak berfungsi sebagaimana dijanjikan. Sensor PondTag yang seharusnya membantu menilai kualitas air dan mengotomatiskan pemberian pakan ikan tidak pernah digunakan.
Bahkan, banyak petani masih dicocokkan secara manual dengan pembeli, menunjukkan bahwa eFishery lebih beroperasi seperti bisnis perdagangan konvensional dibandingkan startup teknologi.
Dampak dari krisis ini juga terlihat pada tenaga kerja perusahaan. Dari 2.600 karyawan di awal 2024, jumlahnya telah menyusut menjadi sekitar 200 akibat serangkaian pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, per hari ini (25/2), startup perikanan asal Bandung tersebut telah memangkas 98% karyawannya.