Dipakai Prostitusi Online, Google Ancam Blokir MiChat hingga Twitter

Image title
10 Februari 2020, 13:47
Dipakai Prostitusi Online, Google Ancam Blokir MiChat hingga Twitter
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Ilustrasi, dua orang membuka laman Google dan aplikasi Facebook melalui gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Google Indonesia bakal memblokir aplikasi yang terbukti melanggar pedoman komunitas (community guidelines) dari Google Play Store. Aplikasi yang digunakan untuk prostitusi online pun bakal ditangguhkan (take-down).

"Pelecehan, prostitusi online, dan kalau melanggar aturan pemerintah, kami bisa take down," ujar Head of Public Policy Google Indonesia Putri Alam di Jakarta, Senin (10/2).

Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) mengembangkan teknologi untuk mendeteksi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Meski begitu, ia mengimbau masyarakat untuk melaporkan aplikasi yang melanggar, supaya Google bisa segera menangguhkan.

Google juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menindak aplikasi-aplikasi yang digunakan untuk prostitusi online. "Kami satu jalur dengan Kominfo. Laporan, kami selalu terima, kalau melanggar hukum pasti kami take down," ujar Putri.

(Baca: Marak Prostitusi Online, MiChat hingga Twitter Bisa Didenda Miliaran)

Sejauh ini, Google sudah menangguhkan beberapa aplikasi dari Google Play Store. Salah satunya platform layanan teknologi finansial (fintech) atau pinjaman online ilegal.

Pernyataan Google tersebut menanggapi maraknya prostitusi online. Yang terbaru, persoalan melibatkan yang melibatkan Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade.

Andre menggunakan MiChat dan berpura-pura memesan layanan seks pada 26 Januari lalu. Ia menjebak pekerja seks berinisial NN di Kyriad Bumiminang Hotel Padang, yang kemudian menjadi sorotan warganet.

Kominfo sebenarnya sempat memanggil pengembang MiChat terkait prostitusi online pertengahan tahun lalu. Kasus seperti ini juga ditemukan di media sosial lain seperti Twitter, WhatsApp, Facebook hingga Instagram.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, perusahaan yang platform-nya digunakan untuk prostitusi online bisa didenda Rp 1 miliar. Selain denda, perusahaan digital bisa dikenakan sanksi enam tahun penjara.

(Baca: Kominfo Bakal Panggil Pengembang MiChat Soal Dugaan Prostitusi Online)

Hal itu diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat 1 tentang distribusi konten pornografi. "Apabila tahu adanya prostitusi online dan dia tidak melakukan upaya untuk menghapus konten atau akun itu, maka bisa dikenakan pasal tersebut," kata Ferdinandus kepada Katadata.co.id, Jumat lalu (7/2).

Berdasarkan data Kementerian Kominfo, platform yang paling banyak digunakan untuk prostitusi online yakni Twitter. Dari 1,78 juta konten yang diblokir kementerian pada 2009-2019, 600 ribu di antaranya berasal dari platform tersebut.

Platform yang paling banyak digunakan untuk prostitusi online selanjutnya yaitu Facebook dan Instagram. Meski begitu, Kominfo menerima laporan terkait persundalan di beberapa platform.

Pada 2016, Bigo Live dan TikTok dilaporkan ke kementerian terkait prostitusi online. "Tetapi, keduanya sudah menyesuaikan dengan regulasi kami," ujar Pria yang akrab disapa Nando itu.

(Baca: Hasil Judi, Prostitusi, Korupsi Hingga Pesugihan Kena Pajak)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...