Asosiasi Bahas UU Fintech hingga Data Pengguna di Istana
Asosiasi perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) membahas tiga isu strategis bersama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Gedung Bina Graha, Komplek Istana Presiden. Isu tersebut di antaranya Undang-undang (UU) Fintech dan data pribadi pengguna.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko menjelaskan, UU terkait data pengguna semakin mendesak di era digital. Hal ini bertujuan memberikan rasa percaya bagi pengguna layanan keuangan digital.
Kedua, UU yang mengatur industri fintech dinilai penting. Ketiga, perlunya akses data ke Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dengan begitu, layanan menjadi lebih cepat dan ada verifikasi yang interkoneksi.
“Diharapkan ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi rakyat maupun berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi Indonesia secara luas,” kata dia dalam siaran pers, Jumat (24/1).
(Baca: Asosiasi, Polri, OJK Sebut Perlu UU Fintech Atasi Kredit Online Ilegal)
Ketua Eksekutif Pendanaan Syariah Lutfi Adhiansyah menambahkan, diskusi antara asosiasi dan KSP menciptakan program champion bersama. Pertama, anggota AFPI mendukung pembiayaan pelaku usaha yang mengekspor barang.
Kedua, fintech lending mempunyai sistem agen supaya bisa menjangkau petani secara luas, utamanya yang tidak mengakses teknologi. “Perbankan belum tentu bisa menyalurkan ke sektor pertanian mikro karena fleksibilitas aturannya. Disinilah adanya perbedaan aturan fintech yang punya fleksibilitas bisnis model,” kata dia.
Khusus untuk fintech lending syariah, sudah ada program menciptakan 3 ribu titik layanan keuangan pesantren dalam lima tahun ke depan. Saat ini, ada 12 perusahaan berbasis syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
(Baca: Kominfo: RUU Perlindungan Data Pribadi Dibahas Setelah Omnibus Law)
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyebutkan, sudah ada 164 fintech lending yang terdaftar. Sebanyak 25 di antaranya memiliki izin.
Perusahaan-perusahaan tersebut sudah menyalurkan pinjaman Rp 74 triliun per November 2019. Meski begitu, OJK mencatat ada kebutuhan pendanaan Rp 1.000 triliun untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Fintech lending diharapkan turut menutup selisih (gap) kebutuhan pendanaan tersebut. Apalagi, UMKM berkontribusi sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap hampir 95% tenaga kerja.
(Baca: Menkominfo Ungkap Tiga Pokok dalam RUU Perlindungan Data Pribadi)