Tangkal Dampak Corona, Pemerintah Siapkan Stimulus Ekspor Impor
Pemerintah tengah merumuskan sejumlah kebijakan untuk melancarkan ekspor dan impor. Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, ada empat kebijakan untuk menstimulus perdagangan guna menekan dampak penyebaran virus corona baru (COVID-19) terhadap perekonomian.
"Stimulus ini terutama untuk mendorong kelancaran arus barang, baik ekspor maupun impor," katanya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (3/3).
Secara rinci, dia menjelaskan, bahwa pertama, pemerintah akan menyederhanakan berbagai ketentuan larangan-pembatasan (lartas) atau Tata Niaga Ekspor. Contohnya, penyederhanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), health certificate, Surat Keterangan Asal, dan lainnya.
Susi mengatakan, tata niaga ekspor tersebut bakal dipermudah atau bahkan dihapuskan.
Kedua, pemerintah akan mengurangi lartas impor dan melakukan percepatan proses impor, terutama untuk barang yang diimpor oleh 500 importir terpercaya (reputable importer) . Ketiga, pengurangan lartas khususnya untuk impor bahan baku.
(Baca: Terdampak Corona, Devisa Impor dari Tiongkok Anjlok 51%)
Langkah tersebut dilakukan untuk memperlancar pasokan bahan baku dan bahan penolong industri agar kegiatan produksi tak terganggu. "Lartas impornya kita kurangi, sebisa mungkin kita hapuskan," ujar dia.
Keempat, pemerintah akan mengurangi biaya logistik dengan melakukan efisiensi proses logistik, mislanya dengan mendorong integrasi Indonesia National Single Window (INSW) dengan Inaportnet melalui pembentukan National Logistics Ecosystem untuk mengurangi biaya logistik di pelabuhan.
"Ini akan membantu industri mendapat jaminan pasokan bahan baku dan tetap menjaga serta meningkatkan ekspornya,” katanya.
Menanggapi kebijkan ini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman berharap, para importir terpercayabisa bisa langsung diberikan izin impor otomatis. Dengan kemudahan tersebut, biaya logistik impor akan semakin murah.
"Kalau logistik tidak lancar, biaya pengangkutan hingga biaya pelabuhan menjadi mahal. Bebannya ke konsumen," ujar dia.
(Baca: Pemerintah Tolak Bantuan Dana dari ADB untuk Tangani Virus Corona)
Sebagai contoh, keterlambatan bongkar muat impor gula pada beberapa waktu lalu telah menambah biaya di pelabuhan. Biaya yang dikenakan untuk satu kapal besar bisa senilai US$ 12.500 per hari.
Beban biaya tersebut belum termasuk biaya gudang dan lainnya. Bila biaya logistik tersebut dapat dipangkas, ia menilai daya saing produk yang masuk ke Indonesia akan semakin bertambah.
Sedangkan di sisi ekspor, ia berharap akan ada kemudahan perizinan impor bahan baku. "Sebab masih banyak produk dalam negeri yang bahan bakunya impor," katanya.
Adhi pun menginginkan ada penguatan kerja sama antara pengusaha dan Atase Perdagangan di berbagai wilayah untuk mendorong akses perdagangan di pasar non tradisional.
Pasalnya, potensi pasar tersebut menurutnya cukup besar. Dia memperkirakan, pasar non tradisional yang berpotensi untuk meningkatkan perdagangan Indonesia, di antaranya adalah Afrika hingga Amerika Latin.