Rupiah Berpotensi Melemah Tertekan Tarif Trump dan Arah Kebijakan The Fed


Nilai tukar rupiah diperkirakan akan kembali melemah akibat tekanan dari berbagai sentimen global, terutama kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Arah kebijakan suku bunga Bank Sentral AS alias The Fed juga bisa mempengaruhi pelemahan rupiah hari ini.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, isu tarif perdagangan yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih akan berpengaruh terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Lukman memproyeksikan rupiah akan melemah pada hari ini.
“Rupiah berpotensi kembali melemah terhadap dolar AS yang melanjutkan penguatan di tengah harapan akan meredanya kekhawatiran tarif menyusul kesepakatan Uni Eropa dan AS,” kata Lukman kepada, Selasa (29/7).
Ia menjelaskan, investor juga saat ini menaruh harapan besar pada perundingan antara Cina dan AS. Di sisi lain, muncul ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan FOMC Kamis (31/7).
“Rupiah diproyeksikan akan berada pada level Rp 16.300 per dolar AS hingga Rp 16.450 per dolar AS,” ujar Lukman.
Berdasarkan data Bloomberg pagi ini, rupiah dibuka melemah pada level Rp 16.382 per dolar AS. Level ini turun 19 poin atau 0,12% dari penutupan sebelumnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat peluang rupiah akan melemah. “Hari ini, rupiah diperkirakan akan bergerak dalam kisaran Rp 16.325 per dolar AS hingga Rp 16.450 per dolar AS,” kata Josua.
Josua mengatakan, rupiah bergerak melemah pada perdagangan Senin (28/7) setelah dibuka menguat. Namun, penguatan rupiah berbalik arah karena investor mengantisipasi hasil pertemuan The Fed dan menunggu kesepakatan perdagangan lainnya dari AS sebelum batas waktu pada 1 Agustus 2025.
Josua mengatakan, saat ini investor mengantisipasi kesepakatan perdagangan antara AS dan mitra utamanya lainnya. Terutama perpanjangan perjanjian tarif AS dan Cina. Investor juga menunggu hasil pertemuan FOMC pada 29-30 Juli 2025 untuk mendapatkan arahan yang lebih jelas.
“Khususnya tentang kebijakan moneter Bank Sentral AS ke depannya,” ujar Josua.