Bahlil Jelaskan Persiapan Ketentuan Evaluasi RKAB Minerba Tiap Tahun


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan evaluasi pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) sektor minerba tiap tahun mulai Juli. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan telah menyiapkan sistem dan sumber daya manusia untuk penerapan langkah tersebut.
“Kami sudah mempersiapkan secara sistem dan sumber daya. Tidak perlu diragukan apakah kami mampu atau tidak (penerapan RKAB per tahun) karena itu sudah menjadi tugas kami,” kata Bahlil saat ditemui di DPR, Senin (14/7).
Sebelumnya RKAB diajukan tiga tahun sekali, tapi mulai awal Juli 2025 Kementerian ESDM dan DPR menyepakati bahwa RKAB akan kembali diajukan per tahun. “Saya pastikan hal ini dijalankan mulai tahun depan,” ujar Bahlil.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno mengatakan Kementerian sudah membuat regulasi yang mengatur terkait kewajiban pengajuan RKAB per tahun yang berlaku bagi seluruh perusahaan minerba.
“Regulasinya sudah kami buat, sistemnya sudah kami bangun. Kalau (pengajuan) melalui petugas ya kami akan bekerja setengah mati,” kata Tri.
Tri menyebut hari ini Kementerian ESDM akan mengadakan sosialisasi terkait pengajuan RKAB per tahun ini dengan perusahaan-perusahaan minerba. “Hari ini kami lakukan zoom meeting dengan perusahaan,” ujarnya.
Alasan Evaluasi RKAB Jadi Tiap Tahun
Ketentuan pengajuan RKAB per tahun dilandasi oleh kondisi pasokan atau supply batu bara yang berlebihan akibat pengajuan RKAB dalam jangka tiga tahun sekaligus.
Bahlil menyampaikan total konsumsi batu bara dunia saat ini mencapai 8 sampai 9 miliar ton, namun jumlah batu bara yang diperjualbelikan hanya berkisar 1,2 sampai 1,3 miliar ton. Dari jumlah tersebut, Indonesia mengekspor 600-700 juta ton per tahun atau setengah dari jumlah batu bara yang beredar di dunia.
“Ini akibat RKAB yang tidak terkontrol, dilakukan oleh kita bersama. Penetapan RKAB tiga tahun membuat kita tidak bisa mengendalikan antara produksi dan permintaan batu bara, sehingga menyebabkan harganya jatuh,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7).
Bahlil mengatakan selain harga jatuh, penetapan RKAB tiga tahun sekali juga membuat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baik dari batu bara ataupun mineral lainnya menjadi turun.
“Tidak boleh ada main-main, kita harus menjaga harga batu bara dunia, menjaga pendapatan negara, dan keuntungan dari perusahaan,” katanya.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia mengatakan perubahan pengajuan RKAB menjadi satu tahun perlu dikaji ulang, baik dari aspek efisiensi waktu, biaya, dan kapasitas evaluasi pemerintah.
Saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan, terdiri atas 3.996 izin usaha pertambangan (IUP), 15 izin usaha pertambangan khusus (IUPK), 31 kontrak karya (KK), 58 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang aktif di seluruh Indonesia.
Jika masa RKAB kembali menjadi per tahun, ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun. "Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?” kata Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (4/7).
Dia menilai pengajuan RKAB dalam tiga tahun sekali memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan. Pemerintah perlu mempertahankan mekanisme pengajuan ini, disertai dukungan pengawasan realisasi produksi tahunan yang ketat.