Terkendala Anggaran, Kemendikdasmen Belum Dapat Gratiskan Seluruh SD-SMP Swasta


Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Suharti menyatakan saat ini belum dapat memenuhi seluruh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggratiskan pendidikan dasar baik di sekolah negeri maupun swasta.
Salah satu kendalanya adalah anggaran yang belum memadai. Hal tersebut disampaikan Kemendikdasmen saat rapat dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini.
"Jadi belum memungkinkan barangkali dengan kapasitas fiskal yang ada untuk membiayai kebutuhan sekolah baik negeri maupun swasta," kata Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen Suharti saat rapat kerja dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7).
Atas dasar itu, Suharti mengatakan, Kemendikdasmen akan melaksanakan putusan MK tersebut secara bertahap. Menurutnya, ini diterapkan agar tak mengorbankan kualitas pendidikan.
"Maka yang diusulkan adalah pentahapannya dengan pembiayaan sampai dengan batas-batas tertentu, standar-standar tertentu," kata dia. Suharti juga memastikan peserta didik dari keluarga miskin dibebaskan dari semua pembiayaan pendidikan.
Kemendikdasmen tahun depan mengajukan tambahan anggaran Rp 71,1 triliun. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengatakan salah satu tujuan penambahan anggaran untuk pelan-pelan memenuhi putusan MK tersebut.
"Alhamdulillah, usulan kami untuk menambah anggaran disetujui Komisi X, termasuk juga anggaran yang kami rancang untuk pemenuhan putusan MK terutama kaitannya dengan pendidikan bagi negeri dan swasta," kata dia.
MK memutuskan pemerintah pusat dan daerah harus menggratiskan pendidikan dasar baik di sekolah negeri maupun swasta. Pendidikan gratis harus diselenggarakan di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan madrasah atau sederajat. Hal ini merupakan isi dari Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024.
MK menyatakan frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif. Menurut mereka, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.