DPR Undang Advokat hingga Mantan Hakim Bahas Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu

Ade Rosman
4 Juli 2025, 16:02
dpr, mk, pemilu
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/bar
Suasana rapat Komisi III DPR
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilihan umum nasional dan daerah. Dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat (4/7). itu, DPR mengundang beberapa ahli.

Ketiga orang yang dihadirkan yakni advokat dan mantan hakim MK Patrialis Akbar, Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR Taufik Basari, serta akademisi dari Universitas Indonesia Valina Singka Subekti.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, putusan MK itu, menimbulkan anggapan MK telah mengubah konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 terkait kewenangannya dan pelaksanaan pemilu atau pilkada.

"Serta adanya indikasi inkonsistensi putusan tersebut terhadap dua putusan MK sebelumnya," kata Habiburokhman.

Ia mengatakan, denggan adanya putusan MK itu, maka model pemilu lima kotak atau serentak yang juga diputuskan MK sebelumnya tak berlaku lagi. "Jadi putusan MK lima kotak itu bersifat final, putusan kemarin juga bersifat final, tidak tahu mana final," kata dia.

Habiburokman mengatakan, rapat kali ini digelar untuk mendengarkan pandangan serta masukan dari para ahli, akademisi, juga praktisi hukum.

Sebelumnya, MK memutuskan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah akan dilakukan terpisah mulai 2029. Putusan ini mengakhiri format pemilu lima kotak yang selama ini digunakan secara serentak.

Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (26/6/2025). Permohonan perkara ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Pemilu nasional yang sebelumnya terdiri dari pemilihan anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden, dinilai harus dipisah dari pemilu daerah yang mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, serta kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, pelaksanaan pemilu lima kotak secara bersamaan justru menimbulkan persoalan dalam kualitas demokrasi, efisiensi kerja penyelenggara pemilu, serta hak pemilih. 

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” kata Saldi dalam keterangannya, Kamis (26/6). 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...