DPR akan Gelar Rapat Tertutup Respons Putusan MK Soal Pemisahan Jadwal Pemilu


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat tertutup bersama pemerintah menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilihan umum nasional dan daerah.
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad telah mengundangnya untuk membicarakan respons parlemen.
Rapat tersebut diikuti oleh seluruh pimpinan DPR, pimpinan Komisi II, pimpinan Komisi III, pimpinan Badan Legislasi, Menteri terkait, beserta lembaga negara terkait. "Kami tadi mendiskusikannya dengan cukup dalam dan komprehensif," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6).
Rifqi jugamenilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK terkesan kontradiktif dengan putusan MK sebelumnya. Ini lantaran menurutnya, MK, lewat putusan nomor 55 tahun 2019, memberikan petunjuk kepada pembentuk undang-undang untuk memilih 1 dari 6 model keserentakan Pemilu.
"1 dari 6 model keserentakan pemilu itu sendiri sudah kita laksanakan pada Pemilu tahun 2024 yang lalu," kata dia.
Namun, putusan terbaru MK, menurutnya malah tidak memberikan peluang pada pembentuk undang-undang untuk memilih salah satu model Pemilu. Menurutnya, MK sendiri yang kemudian menetapkan salah satu model tersebut.
Selain itu, ia mengatakan pelaksanaan dua model pemilu berpotensi melanggar konstitusi. Ia mencontohkan, ketentuan terkait dengan pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, yang di dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar harus dipilih secara demokratis.
"Tapi kemudian MK menyatakan dalam putusannya, harus dipilih secara langsung melalui metode Pemilu, sementara maka makna dari demokratis itu bisa direct demokrasi dan indirect demokrasi," kata Rifqi.
Ia mengatakan, DPR tengah mengkaji tentang putusan MK itu. Salah satu yang dikaji melihat pembentukan UUD amendemen kedua, pada kata-kata 'demokratis'. "Sikap resminya tentu akan disampaikan secara resmi oleh pimpinan DPR," kata dia.
Sebelumnya, MK memutuskan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah akan dilakukan terpisah mulai 2029. Putusan ini mengakhiri format “pemilu lima kotak” yang selama ini digunakan secara serentak.
Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (26/6/2025). Permohonan perkara ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, pelaksanaan pemilu lima kotak secara bersamaan justru menimbulkan persoalan dalam kualitas demokrasi, efisiensi kerja penyelenggara pemilu, serta hak pemilih.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” kata Saldi dalam keterangannya, Kamis (26/6).