Fakta Kasus Sritex: Berawal dari Masalah Kredit, Iwan S Lukminto jadi Tersangka

Muhamad Fajar Riyandanu
22 Mei 2025, 16:41
sritex, iwan lukminto, kejagung
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Mantan Dirut PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) periode 2005–2022, Iwan Setiawan Lukminto, sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pemberian fasilitas kredit.

Iwan ditangkap oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di kediamannya di Solo, Jawa Tengah pada Selasa, 20 Mei malam lalu. Dia saat ini tercatat sebagai Komisaris Utama Sritex.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa, dan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020 Dicky Syahbandinata.

Tindakannya diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 692,28 miliar. Saat ini Iwan dan dua tersangka lainnya ditahan untuk keperluan pemeriksaan.

Berawal dari Laporan Keuangan

Penyelidikan Kejaksaan Agung yang berujung pada penangkapan terhadap Iwan Setiawan Lukminto berawal dari kejanggalan laporan keuangan Sritex pada 2021.

Saat itu, Sritex melaporkan kerugian sebesar US$ 1,08 miliar atau sekitar Rp 15,6 triliun. Padahal, pada tahun sebelumnya, perusahaan masih membukukan laba sebesar Rp 1,24 triliun.

Selisih signifikan tersebut menjadi pintu masuk bagi penyidik Jampidsus untuk mengungkap temuan bahwa Sritex dan anak perusahaannya memiliki kredit dengan total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp 3,59 triliun hingga Oktober 2024.

Petinggi Bank Juga Kena

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa PT Sritex dalam perkara ini menerima fasilitas kredit Rp 3,59 triliun dari empat bank pemerintah, yakni Bank DKI, Bank BJB, Bank Jateng, serta bank sindikasi yang terdiri dari BRI, BNI dan LPEI.

Qohar mengatakan, Bank BJB dan Bank DKI memberikan kredit tanpa analisis memadai dan tidak menaati prosedur. Oleh sebab itu, dua petinggi bank tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka.

Kejagung tahan tersangka kasus korupsi pemberian kredit PT Sritex
Kejagung tahan tersangka kasus korupsi pemberian kredit PT Sritex (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.)

"Ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Rabu (21/5) malam.

Modal Kerja Dipakai Beli Tanah

Kejaksaan mengatakan Iwan Setiawan Lukminto saat menjabat Direktur Utama Sritex 2005–2022 diduga menyalahgunakan dana kredit dari Bank BJB senilai Rp 543 miliar dan Bank DKI  sejumlah Rp 149 miliar.

Dana yang seharusnya untuk modal kerja digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif seperti tanah di Yogyakarta dan Solo. Kejagung mengatakan hal ini membuat arus kas perusahaan terganggu dan memicu kredit macet.

Adapun Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa berperan dalam persetujuan dan pemberian kredit kepada Sritex tanpa analisis kelayakan yang tepat dan tidak sesuai prosedur bank.

Sementara itu, Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020 Dicky Syahbandinata punya peran serupa dengan Zainuddin Mappa, yakni terlibat dalam pengucuran kredit dari Bank BJB ke Sritex yang tidak sesuai aturan.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sritex Pailit

Mahkamah Agung sebelumnya menyatakan Sritex pailit pada Desember 2024 dengan operasional perusahaan dihentikan per 1 Maret 2025. Penutupan parbik tekstil terbesar Asia Tenggara itu memutus kontrak 11.025 karyawan secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.

Penutupan Sritex bermula saat Pengadilan Negeri Semarang memutuskan status Sritex sebagai perusahaan pailit pada 21 Oktober 2024. Putusan tersebut ditetapkan setelah PT Indo Bharat Rayon mempermasalahkan piutangnya terhadap Sritex senilai Rp 101,3 miliar atau 0,38% dari total utang Sritex.

Perusahaan tekstil Sritex pailit
Perusahaan tekstil Sritex pailit (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom.)

Tim kurator Sritex mencatatkan total tagihan yang diajukan oleh kreditur kepada perusahaan raksasa tekstil dan dan anak-anak usahanya mencapai Rp 32,63 triliun. Anak usahanya yang juga pailit yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Sritex memiliki 223 kreditur konkuren dengan tagihan Rp 24,73 triliun atau 75,8% dari total nilai utang.

Adapun total utang Sritex saat ditetapkan pailit mencapai Rp 32,63 triliun pada 21 Oktober 2024. Berdasarkan laporan keuangan periode 30 September 2024, Sritex memiliki total utang Rp 26,07 triliun sedangkan nilai asetnya hanya Rp 9,63 triliun.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...