BPJS Kesehatan Sebut Aturan Baru Dapat Tekan Defisit Rp 360 Miliar

Michael Reily
2 Agustus 2018, 19:14
BPJS kesehatan
ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 mampu menekan defiist hingga Rp 360 miliar. Peraturan terbaru mengenai pelayanan kesehatan BPJS ini banyak menuai kontra karena dianggap bisa menurunkan mutu layanan kesehatan. 

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief menyatakan penyakit katarak, pelayanan kesehatan bayi pascakelahiran, dan rehabilitasi medik merupakan pelayanan yang pemanfaatannya paling besar.

Pelayanan kesehatan untuk penyakit katarak, persalinan bayi lahir sehat, serta rehabilitasi medik saat ini diatur Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018. 

“Program pengurangan defisit harus dilakukan dengan efisiensi, sehingga harus memprioritaskan pemanfaatan dana ada,” kata Budi di Jakarta, Kamis (2/8).

(Baca : IDI Desak BPJS Kesehatan Batalkan Tiga Aturan Terbaru)

Dia menyebutkan biaya operasi katarak yang dijamin BPJS memakan biaya hingga Rp 2,6 triliun, diikuti tagihan kepada bayi sehat Rp 1,1 triliun dan rehabilitasi medik sebesar Rp 960 miliar. Sementara klaim untuk penyakit jantung dan gagal ginjal  nilainya mencapai Rp 2,2 triliun.

Sementara jika mengacu pada Rencana Kinerja dan Anggaran Tahunan BPJS Kesehatan, tahun ini perusahaan menargetkan pendapatan sebesar Rp 79,77 triliun dengan pembiayaan  kesehatan sebesar Rp 87,80 triliun. Alhasil, defisit BPJS Kesehatan diprediksi bisa mencapai sekitar Rp 8,03 triliun.

Karena itu Budi memastikan, aturan baru  sudah sesuai dengan kajian medis dan rekomendasi ahli profesi. Sehingga, penetapan aturan baru menurutnya tidak hanya bertujuan untuk mengejar profit dan efisiensi keuangan BPJS Kesehatan.

Menurut data BPS, jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1 Agustus 2018 mencapai 200,29 juta orang. Namun, masih ada peserta nonaktif yang mencapai 13 juta orang. “Oleh karena itu, kami keluarkan aturan cepat  berdasarkan rekomendasi Dewan Pengarah,” ujarnya.

(Baca juga: BPJS Kesehatan Bantah Cabut Layanan Katarak hingga Persalinan Bayi)

Budi juga menekankan bahwa peraturan bakal tetap dijalankan dan masih terus dibahas dan diperkuat menjadi Peraturan BPJS Kesehatan.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai peraturan terbaru di tingkat direksi itu diterbitkan untuk keberlangsungan BPJS Kesehatan. Sehingga, aturan tidak bertanggung jawab secara langsung kepada pihak lain.

Agus malah menuding permintaan pencabutan aturan dari pihak profesi sebuah tindakan yang tendensius. Alasannya, para pemberi jasa yang menerima pendapatan dari dana BPJS Kesehatan juga patut diduga sebagai penyebab membengkaknya anggaran.

“Jangan sampai ada pihak lain yang membuat rugi negara dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk mengambil keuntungan,” kata Agus.

(Lihat pula: Lampaui Prediksi, Defisit BPJS Kesehatan 2017 Capai Rp 9,75 Triliun).

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta BPJS Kesehatan membatalkan tiga peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan. Ketiga aturan tersebut dinilai bakal merugikan masyarakat karena menurunkan mutu pelayanan yang berkualitas.

"IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampelkes Nomor 2,3,5 tahun 2017 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis," kata Ketua Umum PB IDI Ilham Oetamamarsis.

Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...