Dibandingkan NU, Jaringan Majelis Taklim Lebih Penting dalam Pemilu
Lembaga riset Polmark Indonesia mencatat majelis taklim menjadi jaringan sosial terpenting dalam kontestasi politik. Berdasarkan rata-rata lima hasil survei nasional Polmark sejak 2013-2017, 34,5 persen responden menyatakan institusi pengajian ini menjadi jaringan sosial terpenting dalam pemilu.
Pada urutan kedua baru ditempati oleh Nahdlatul Ulama (NU) dengan persentase 29,2 persen. Sementara hanya 6,2 persen responden yang menilai Muhammadiyah sebagai jaringan sosial terpenting. “Majelis taklim yang sangat akar rumput adalah jaringan sosial yang paling penting. Jangkauannya lebih besar dibandingkan NU,” kata CEO Polmark Indonesia Eep Saefulloh Fatah di Hotel Veranda, Jakarta, Kamis (18/10).
(Baca juga: Elektabilitas Prabowo-Sandi di Pemilih Muslim Terdorong Ijtimak Ulama)
Jika dirinci, berdasarkan survei di 42 provinsi, majelis taklim paling berpengaruh untuk menjaring pemilih di Pulau Jawa. Pasalnya, 43,3 persen dari responden di pulau ini menganggap jaringan majelis taklim mengalahkan NU yang sebesar 36,4 persen dan Muhammadiyah 6,8 persen.
Sementara 33 persen responden di Pulau Sumatera memilih majelis taklim sebagai jaringan sosial terpenting mengalahkan NU yang 19,5 persen dan Muhammadiyah 6,2 persen. Di wilayah lainnya, majelis taklim meraih keyakinan 16,3 persen. NU mendapatkan persentase 11,3 persen dan Muhammadiyah sebesar 6,2 persen.
Dalam survei tadi juga terlihat bahwa majelis taklim lebih berpengaruh di provinsi dengan pemilih muslim lebih dari 80, yaitu di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, NTB, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Di wilayah ini, 35,2 persen responden menilai majelis taklim sebagai jaringan sosial terpenting. Sementara, 26,6 persne ditempati NU dan 6,4 persen lainnya Muhammadiyah.
Pada provinsi dengan pemilih muslim 67 - 80 persen, responden yang menyatakan majelis taklim sebagai jaringan sosial terpenting berkurang hingga menjadi 17,7 persen. Sebanyak 11,6 persen responden memilih NU dan 6 persen Muhammadiyah.
Begitu pula kondisi di provinsi dengan pemilih muslim di bawah 67 persen. Hanya 20,1 persen pemilih yang menilai majelis taklim sebagai jejaring terpenting. Sementara, 6,1 persen responden memilih NU dan 4,5 persen Muhammadiyah. “Di tempat yang pemilih muslimnya besar, daya jangkau majelis taklim sepertiga pemilih,” kata Eep. “Karena itu tidak bisa dipandang remeh.”
Analisis jaringan sosial terpenting ini diolah Polmark berdasarkan 106 survei di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota sejak 2013 hingga 2018. Masing-masing survei diambil melalui metode multistage random sampling. (Baca juga: Survei LSI: PDI Perjuangan Berpotensi Menjadi Partai Paling Kuat).
Untuk survei nasional, jumlah responden sebesar 2.250 dan 2.600 dengan tingkat kesalahan alias margin of error masing-masing 2,1 dan 1,9 persen. Jumlah responden untuk survei di tingkat provinsi sebesar 1.200 orang dengan tingkat kesalahan 2,9 persen. Sementara, survei di tingkat kabupaten dan kota diperoleh dari responden sejumlah 880 orang dan 440 orang dengan tingkat kesalahan 3,4 dan 4,8 persen.