JPRR Temukan Kejanggalan Sumbangan Dana Kampanye untuk Dua Paslon
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) menemukan kejanggalan dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) untuk kedua pasangan calon (paslon) dalam Pilpres 2019. Beberapa masalah yang terungkap dari LPSDK paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah data penyumbang fiktif dan motif untuk memecah sumbangan dana kampanye.
Manajer Pemantauan JPRR Alwan Ola Riantoby mengatakan, pihaknya menemukan penyumbang perseorangan (individu) fiktif sebanyak 18 orang untuk Jokowi-Ma'ruf dan 12 orang untuk Prabowo-Sandi. JPRR juga menemukan penyumbang kelompok fiktif sebanyak 2 penyumbang untuk Prabowo-Sandi.
Untuk 18 orang tak beridentitas, pasangan Jokowi-Ma'ruf mendapatkan dana sebesar Rp 7,57 juta. Sebaliknya, Prabowo-Sandi menerima total uang sebesar Rp 31,36 juta dengan rincian Rp 12,53 juta dari 12 orang dan Rp 18,83 juta dari dua kelompok. "Jumlahnya memang tidak besar, tetapi aspek kebenaran, transparansi, dan akuntabilitas menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk menilai integritas dan kepatuhan hukum kandidat," kata Alwan di Jakarta, Senin (21/1).
Menurutnya, pendanaan merupakan kebutuhan penting dalam mencapai kesuksesan kampanye dari kedua paslon dalam Pilpres 2019. Oleh karena itu, JPRR berharap kedua paslon mengedepankan aspek transparansi. "Ketidakbenaran laporan dan sumbangan juga berpengaruh pada tingkat elektabilitas pasangan calon," ujar Alwan.
(Baca: Misteri Dana Kampanye Sandiaga Uno untuk Pilpres 2019)
Format LPSDK yang disampaikan tim sukses dari kedua paslon tidak memenuhi aspek kejelasan karena hanya memuat nama penyumbang. Ketidakjelasan ini berlawanan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 34 Tahun 2018 karena penyumbang harus mencantumkan identitas dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan alamat. Selain itu, tidak lengkapnya data penyumbang juga bertentangan dengan Pasal 335 Ayat 4 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Menurut Alwan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terselenggara 2017 dan 2018 tidak memiliki permasalahan tentang aspek ketelusuran data seperti kendala yang terjadi pada Pemilu kali ini. "Kondisi ini tentu menyulitkan pemilih dalam melakukan investigasi lapangan terhadap sumber sumbangan dana kampanye," ujarnya.
Kedua paslon juga berpotensi terkena dugaan pelanggaran tindak pidana tentang kebenaran identitas penyumbang dalam LPSDK. Alasannya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dapat dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
JPRR telah melaporkan dugaan pelanggaran terhadap kejelasan sumber data untuk dana kampanye kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). JPRR berharap KPU dan Bawaslu segera menindaklanjuti laporan ini agar masyarakat mendapatkan informasi yang jelas terkait penyumbang dana kampanye Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandiaga.
(Baca juga: ICW Curigai Sumbangan Dana Kampanye untuk Jokowi-Ma'ruf)