Liku-liku Pelarian Bos Tripanca Group Sugiarto Wiharjo
Publik menjuliknya “Si Belut”. Sugiarto Wiharjo alias Alay ini begitu licin. Namun, aparat akhirnya membekuk Bos Bank Tripanca Group tersebut pada Rabu kemarin di Bali. Terpidana yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Tinggi Lampung itu ditangkap saat makan malam bersama keluarganya di sebuah hotel di Tanjung Benoa.
Pria berkaca mata itu akhirnya menyerah saat aparat kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi mencokoknya. Dari Bali, sel tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rajabasa, Bandar Lampung pun menanti kedatangannya.
Pada 7 Februari 2019, sehari setelah penangkapan Alay, tim kejaksaan pun meluncur ke Bali untuk membawa Sugiarto kembali ke Lampung. Dengan kawalan ketat, terlebih dahulu Alay diterbangkan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pukul 14.00 WITA menuju Jakarta.
(Baca topik lain: Buron Dua Tahun, Mantan Petinggi Lippo Serahkan Diri ke KPK)
Di Ibu Kota, aparat Kejaksaan Tinggi Lampung singgah di Kantor Kejaksaan Agung untuk menyampaikan pernyataan mengenai penangkapannya. Keesokan harinya, Sugiarto dibawa menggunakan pesawat Lion Air dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, menuju Bandara Radin Intan di Lampung.
Jumat siang (8/2) kemarin, sekitar pukul 12.00 WIB, Alay tiba di Kantor Kejaksaan Tinggi Lampung dengan tangan diborgol. Dia mengenakan celana jin pendek, kaos oblong, dan rompi tahanan Kejaksaan Tinggi Lampung. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan di Kejaksaan Tinggi Lampung, dia dipindahkan ke Kantor Lapas Bandarlampung menggunakan mobil tahanan.
Catatan kejahatan Sugiarto menunjukkan dia dua kali ditetapkan sebagai buron. Status ini, dia sandang sejak 2008 karena kasus pidana perbankan dan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Timur senilai Rp108 miliar.
Kepolisian Daerah Lampung menetapkan Sugiarto sebagai buron karena dia tidak juga muncul setelah menjalani pengobatan di Singapura usai Bank Tripanca Grup miliknya ambruk akibat krisis global. Polisi berhasil menangkapnya pada 9 Desember 2008, ketika dia turun dari pesawat Garuda Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta setelah melakukan perjalanan dari Singapura.
Pada 2009, Sugiarto masuk Rutan Way Huwi untuk menjalani hukuman penjara lima tahun dalam kasus pidana perbankan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang di Bandar Lampung. Tiga tahun kemudian, ia kembali dihukum penjara lima tahun dalam kasus korupsi APBD Lampung Timur.
Sugiarto pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Lampung, yang pada 2013 justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Namun, jaksa penuntut mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung karena tidak puas dengan putusan tersebut.
Mahkamah Agung, pada 2014, memperberat hukumannya menjadi 18 tahun penjara. Namun keputusan Mahkamah Agung tidak bisa dieksekusi karena dia untuk kedua kalinya melarikan diri, kali ini dengan persiapan yang lebih matang.
Pada saat yang hampir bersamaan, mantan Bupati Lampung Timur Satono mendapat hukuman penjara 15 tahun dalam kasus korupsi APBD Lampung Timur senilai Rp 119 miliar. Satono hingga kini belum tertangkap.