Polri Catat 554 Laporan Pelanggaran Pemilu, Politik Uang Terbanyak

Dimas Jarot Bayu
6 April 2019, 10:02
Warga memakai topeng sambil menunjukkan stiker bertuliskan \"Tolak dan Lawan Politik Uang\" saat mengikuti Sosialisasi pengawasan partisipasif dan deklarasi tolak politik uang di Kudus, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2019). Kegiatan oleh Badan Pengawas Pem
ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO
Warga memakai topeng sambil menunjukkan stiker bertuliskan \"Tolak dan Lawan Politik Uang\" saat mengikuti Sosialisasi pengawasan partisipasif dan deklarasi tolak politik uang di Kudus, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2019). Kegiatan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) setempat itu untuk memberi pendidikan warga tentang Pemilu (pemilihan umum) serta mengajak warga untuk menolak politik uang (money politic).

Kepolisian RI mencatat ada 554 laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 yang diterima Sentra Gakkumdu saat ini. Dari jumlah tersebut, ada 132 laporan yang dinyatakan sebagai tindak pidana Pemilu karena memenuhi unsur formil dan materiil. Sebanyak 442 laporan lainnya dianggap tidak memenuhi unsur pidana.

Dari 132 laporan yang ditindaklanjuti, 104 perkara sudah dinyatakan lengkap dan berlanjut ke tahap penuntutan (P21). Namun, 20 perkara dihentikan karena alat buktinya tidak cukup.

"Kemudian delapan masih proses penyidikan," kata Karobinopsnal Bareskrim Polri, Brigjen Nico Afinta di Hotel Ashley, Jakarta, Jumat (5/4).

Nico mencatat dari 132 perkara yang ada, kasus yang paling banyak ditangani merupakan politik uang. Ada 31 perkara terkait politik uang yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

(Baca: Bawaslu Waspadai Delapan Modus Jual Beli Suara dalam Pemilu 2019)

Sementara, 15 perkara merupakan kasus pemalsuan. Sepuluh perkara merupakan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Ada pula kasus dugaan merugikan atau menguntungkan kandidat, menghina peserta Pemilu.

Kemudian, melibatkan orang yang tak boleh menjadi peserta, penggunaan fasilitas negara, perusakan alat peraga kampanye (APK). Lalu, adu domba dan menghalangi jalannya kampanye.

"Khusus untuk money politic ada 31 perkara. Itu meliputi wilayah Jakarta Timur, Semarang, Karimun, Jakarta Pusat dan beberapa wilayah baik di bagian Indonesia barat maupun timur," kata Nico

Nico menilai persentase pelaku yang melakukan politik uang masih kecil dibandingkan jumlah peserta Pemilu. Meski demikian, dia menilai perkara politik uang harus terus ditekan.

Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan dengan mendorong keterbukaan dana kampanye dari seluruh peserta Pemilu. "Dana-dana dari perbankan kemudian diaudit oleh auditor independen dan diumukan ke publik," kata Nico.

(Baca: Bawaslu: Meski Hari Libur, ASN Dilarang Ikut Kampanye Rapat Umum)

Reporter: Dimas Jarot Bayu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...