Jokowi-JK Dinilai Gagal Realisasikan Agenda Reforma Agraria

Dimas Jarot Bayu
22 September 2019, 13:34
Petani dan warga masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) mengadakan unjuk rasa di depan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara, Kamis (12/4/2018). Mereka menuntut BPN menyelesaikan konflik lahan antara petani dan PTPN II.
ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI
Petani dan warga masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) mengadakan unjuk rasa di depan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara, Kamis (12/4/2018). Mereka menuntut BPN menyelesaikan konflik lahan antara petani dan PTPN II.

Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) menilai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla gagal merealisasikan agenda reforma agraria. Menurut KNPA, masih banyak hak-hak petani atas tanah yang diabaikan. 

Mereka pun menilai janji pemerintah untuk distribusi ulang 9 juta tanah tak kunjung diterima petani. Hal serupa juga terjadi pada janji penyelesaian konflik agraria, perbaikan ekonomi, serta peningkatan produksi petani dalam kerangka reforma agraria.

"Yang paling mengecewakan, agenda reforma agraria yang diperjuangkan 59 tahun oleh petani dan gerakan reforma agraria telah diselewengkan oleh pemerintah," kata Koordinatur Umum KNPA Dewi Kartika di Jakarta, Minggu (22/9).

Menurut Dewi, pemerintahan Jokowi-JK telah membiarkan krisis agraria yang dialami kaum tani Indonesia selama lima tahun terakhir. Ini terlihat dari banyaknya tanah-tanah petani dan rakyat miskin, wilayah adat, serta kampung nelayan yang diambil alih secara paksa dan sepihak oleh pemerintah serta perusahaan.

(Baca: Lima Poin Kontroversial dalam RUU Pertanahan yang Akan Disahkan DPR)

Bahkan, pengambilalihan tanah tersebut dengan melibatkan tentara dan polisi secara represif. "Dengan mengatasnamakan pembangunan dan proyek strategis nasional," kata Dewi.

Berbagai persoalan tersebut ditambah pula oleh adanya pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan. Menurut Dewi, RUU Pertanahan bukanlah rancangan aturan yang memastikan reforma agraria berjalan sesuai harapan memenuhi hak rakyat atas tanah dapat terwujud.

"Justru RUU Pertanahan mengatur cara negara mengamputasi hak konstitusi agraria petani dan dan setiap warga negara Indonesia," kata Dewi.

Di antara poin yang disoroti dalam RUU Pertanahan adalah soal perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU). Dalam pasal 25 RUU Pertanahan, disebutkan perpanjangan HGU yang sudah diberikan selama 35 tahun bisa diperpanjang untuk kedua kalinya sehingga total HGU mencapai 90 tahun. Padahal, sebelumnya disebutkan perpanjangan HGU hanya bisa dilakukan satu kali.

Selain itu, informasi pemilik hak atas tanah yang dirahasiakan kepada publik. Hal ini terdapat dalam pasal 45 ayat 9 RUU Pertanahan.

(Baca: Picu Konflik, Ombudsman dan KPA Minta DPR Batalkan RUU Pertanahan)

Atas dasar itu, KNPA pada 24 September 2019 bakal melakukan unjuk rasa untuk mengkritisi berbagai persoalan tersebut. Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal tersebut.

Unjuk rasa yang melibatkan 76 organisasi masyarakat sipil ini akan diselenggarakan di depan Istana Negara dan gedung DPR, Jakarta. Dewi mengatakan, ada sekitar 7500 petani Jawa Barat, Banteng, Jawa Tengah serta perwakilan dari Bali, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan yang akan mengikuti aksi tersebut. 

"KNPA juga akan melakukan peringatan HTN 2019 di sejumlah daerah, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTB, dan Kalimantan Tengah," kata Dewi.

Reporter: Dimas Jarot Bayu
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...